Lihat ke Halaman Asli

Iman Kurniawan

Blogger & Jurnalis Warga

Dunia Pantomim

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_134998" align="alignleft" width="300" caption="Pantomim merupakan gerakan dan mimik dengan imajinasi"][/caption] Apa yang terlintas dibenak saya ketika mendengar kata pantomim. Seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan make-up putih-putih melakukan gerakan-gerakan imajiner yang atraktif, estetis, bahkan terkadang megundang tawa.

Sepengetahuan saya pantomime sudah ada sebelum saya lahir, ia berkembang, berevolusi sampai saat ini. Menurut Aristoteles dalam Poeticsnya, pantomim sudah dikenali sejak zaman Mesir Kuno dan India. Kemudian dalam perkembangannya menyebar ke Yunani.

Apa itu pantomim, menurut saya pantomim adalah seni pertunjukan yang memvisualisasikan suatu objek atau benda tanpa menggunakan kata-kata, namun menggunakan gerakan tumbuh dan mimik wajah. bahkan pantomime memvisualisasikan rasa dengan gerakan tubuh dan mimiknya. Pantomim merupakan pertunjukan bisu.

Menariknya pantomime, ia mampu memvisualisasikan apa yang tidak bisa kita lihat dengan kasat mata, misalnya pantomimer mampu memvisualisasikan mimpi seseorang yang sesungguhnya tidak bisa kita lihat dengan mata telanjang, pantomimer mampu memvisualisasikan detak jatung dengan gerakan yang estetis, dll. Tetntunya semua itu harus melaui sebuah eksplorasi kreatif dari pemahaman seorang pantomimer tentang tema yang dia angkat. Pantomime merupakan seni pertunjukan yang mampu mempertunjukkan sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dan tidak mungkin terjadi pada di dunia nyata, misalnya seorang pantomimer melempar-lempar bola pimpong yang kemudian terbang jauh hingga keluar angkasa, kemudian jatuh lagi ke bumi, sungguh aneh namun ada di dunia pantomime.

Ketika kecil saya mengenal seorang pantomimer yang kerap kali saya lihat aksinya melaui layar kaca TVRI, Septian Dwi Cahyo. Namun sekarang tidak lagi saya jumpai pertunjukan pantomimenya, ia lebih sering bermain sinetron ketimbang pantomime. Lambat laun saya akhirnya tahu banyak aktor pantomime di Indonesia, di Jakarta Sena-Didi Mime kolosal: Solodat, Stasiun, Lobi-lobi Hotel Pelangi, Se Tong Se Tenggak. Di Yogyakarta ada seorang pantomimer yang tetap eksis menekuni dunia pantomime hingga saat ini, Jemek Supardi. Diantara karyanya, Manusia Batu (9186), Kpyoh (1987), Patung Selamat Datang (1990-an), Eksodos (2000), dan masih banyak lagi ( saya tidak hapal sangking banyaknya karya Jemek Supardi). Kemudian di Yogyakarta saya mengenal pantomimer Broto Wijayanto, Indi Reza, Bengkel Mime, selebihnya saya tidak tahu.

Konon banyak pantomimer-pantomimer di Yogyakarta, namun tidak dikenal luas di masyarakat. Mungkin eksistensi dan kekonsistenan dari seorang pantomimer tersebut masih harus kita pertanyakan lagi. Artinya sejauh apa perkembangan dunia pantomime di Yogyakarta? Bagaimana para senior mengakomodir serta tetap terus memberi suport kepada pantomimer muda atau yang baru saja memulai untuk menekuni dunia pantomime. Jangan sampai mereka layu sebelum berkembang. Bagaimanapun juga harus ada generasi penerus pantomime di yogyakarta. Pantomime harus semarak tumbuh di Yogya, sebagaimana dengan seni-seni lainnya yang ada di Yogya khususnya, indonesia umumnya. Mungkin perlu diadakan pertemuan-pertemuan khusus yang rutin diagendakan, entah dua minggu sekali atau sebulan sekali. Pertemuan-pertemuan bisa dalam bentuk diskusi, latihan bersama, work shop dan study pentas, dan lain-lain. Semoga seni pantomime mampu untuk tetap survive dan tumbuh berkembang bumi yogyakarta dan indonesia. Salam Budaya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline