Lihat ke Halaman Asli

Iwan Nugroho

TERVERIFIKASI

Ingin berbagi manfaat

Belajar dari Tukang Sayur

Diperbarui: 3 Juli 2020   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (kompas.com)

The task of the leader is to get his people from where they are to where they have not been..  - Henry Kissinger

Sejak pandemi COVID-19, aktivitas keluar rumah berhenti total.  Ini berjalan hampir empat bulan.  Aktivitas pekerjaan harus dikerjakan dari rumah.  Gurauan dengan teman-teman kerja muncul, misalnya.. kita langsung berwajah tua saat ketemu; pokoknya ndekem (diam) di rumah; anggrem (istilah untuk induk ayam mengeram telor); dan banyak lainnya.

Biasanya di pagi hari sampai siang, saya manfaatkan waktu untuk memeriksa tugas-tugas mahasiswa di google classroom, tugas menulis, review atau edit naskah atau lainnya.  Namun, selama pandemi ini, pikiran atau perhatian tidak bisa beranjak dari lalu lalang orang di depan rumah.  Di antara mereka adalah tukang sayur.

Tukang sayur itulah yang akhirnya menjadi orang di luar rumah seolah menjadi dekat, sekaligus penyelamat.  Merekalah yang selalu mengunjungi warga dan memenuhi kebutuhan hidup warga di perumahan kami.   Mereka tidak lelah bekerja, demi melayani warga; di tengah resiko penyebaran COVID-19.

Saya pernah bertanya kepada mereka, apa tidak takut dengan resiko tertular?  Mereka menjawab bahwa mereka harus tetap bekerja untuk menghidupi keluarga.   Alhamdulillah mereka juga mematuhi untuk menjaga jarak dengan pembeli, menggunakan masker, dan menjaga kebersihan.  Di perumahan kami, di sediakan cuci tangan di pos masuk.

 Saat berlaku PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), wilayah kami juga menjalankan penutupan lingkungan.  Yang kami ikut prihatin adalah nasib mereka.  Apakah mereka tidak boleh masuk ke wilayah kami?  Saya bersyukur, pak RT dan para tokoh masyarakat nampaknya masih memberi kesempatan para tukang sayur ini untuk berjualan. 

Keluarga kami berlangganan pada tiga tukang sayur, yang punya 'jadwal keliling' berbeda, yakni sekitar jam 7.00, 8.00 dan 9.00.  Kebetulan mereka juga punya dagangan yang berbeda dan saling melengkapi.  Disitulah saya sambil bekerja, saya mulai mendengar, mengenali lebih detil bagaimana mereka bekerja.  Pekerjaan para tukang sayur itu, bisa menjadi tempat belajar dan inspirasi, paling tidak untuk diri saya pribadi.  Apa saja yang menarik?

Melayani dan sopan

Bapak atau ibu tukang sayur datang dengan membawa motor berisi penuh barang dagangan.  Mereka selalu parkir di depan rumah, kemudian menyapa atau memanggil dengan sopan dan lembut.  Mbak Turi, yang datang jam pertama, menyapa dengan memanggil nama warga, misalnya 'Bu Joni'.  Lain lagi pak Khamim, yang datang di jam kedua, menyapa dengan suara bergema "Saaayyuuuur".  Yang terakhir, pak Duro menyapa " Yur Sayuuuur"

Menyapa adalah tanda perhatian, bahkan itu bisa bermakna doa. Suatu organisasi, atau tempat kerja, dengan orang-orang saling menyapa pasti memberi suasana yang lebih menyenangkan, penuh perhatian, saling mendekatkan.  Orang-orang yang saling menyapa, menunjukkan kelembutan, senantiasa perhatian dengan orang lain.  Organisasi yang maju banyak menerapkan kata sapaan, baik itu ucapan "salam", "selamat pagi", "bagaimana kabar", 'hari ini ada kabar apa", "sehat ya", dan lain-lain.  Kata sapaan muncul ketika dua atau lebih orang bertemu di berbagai tempat kerja atau saat keperluan lainnya.

Filosofi menyapa adalah kelembutan.  Filosofi ini harus dipegang oleh semua orang.  Apalagi bagi seorang pemimpin, ia harus senantiasa lembut, sopan dan menghargai kepada bawahan atau anggotanya.  Terlebih bagi seorang bawahan juga wajib hormat dan patuh kepada atasan.  Organisasi yang penuh kelembutan akan penuh dengan keberkahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline