Lihat ke Halaman Asli

Iwan Setiawan

Menulis untuk Indonesia

"Bang Bule", Ikon Persimpangan

Diperbarui: 2 November 2021   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Kompas.com/Markus Yuwono

"Thank you brother",  kata "Pak Ogah" di persimpangan jalan sambil menerima uang receh yang kami sodorkan. Di kesempatan lain ia berkata, "Have a nice day". Di waktu lain lagi ia berdoa, "God bless you". Bila kebetulan melintas di persimpangan yang ramai tersebut kami tak memberinya "tip", ia puasa bicara. Tak sepatah kata pun meluncur dari lisannya.

Begitulah kebiasaan abang "petugas" penyebrangan itu. Ia menunjukkan kemampuannya berbahasa Inggris di sela-sela pekerjaannya. Mengamati caranya melafalkan kata, ia terbilang fasih. Lidahnya tidak terkesan kagok mengucapkan kata-kata.

Gayanya yang unik dengan rambut pirang sebahu serta ber-cas, cis, cus Bahasa Inggris mengantar "Bang Bule" menjemput "popularitas". Warga di seputar tempat tinggal kami begitu akrab dengan sosoknya. Ia menjadi bahan perbincangan. Kala warga berkumpul, topik pembicaraan kerap mengarah pada dirinya.

Warga merasa terhibur. Dengan selembar uang seribu atau dua ribu, warga merasa terbantu saat hendak masuk jalur lalu lintas yang selalu ramai tersebut. Ditambah bonus hiburan berupa ungkapan berbahasa Inggris. Tercipta keriangan dalam kendaraan yang ditumpangi. Setiap penumpang tersenyum cukup lebar.

Pak Ogah yang satu ini memang nyentrik. Saya menduga ia memiliki kemampuan berbahasa asing yang lumayan. Memang sepatah, dua patah kata yang ia ucapkan belum cukup jadi ukuran kemampuannya. 

Namun, melihat keteguhannya melafalkan kata-kata asing, bolehlah saya menyebut demikian. Minimal untuk diri saya. Tak mudah memilih mempraktikan bahasa asing di tengah lingkungan yang riuh dan "keras" seperti persimpangan jalan.

Keberadaan petugas pengatur jalan tidak resmi seperti "Bang Bule" tak sedikit membawa "masalah". Kehadirannya dirasa menambah penuh jalan yang telah sesak. Saat kendaraan yang kita bawa memasuki areanya, kita wajib menginjak rem. Menunggu "instruksi" darinya. Maju atau bertahan beberapa saat.

Ketika waktu yang kita miliki cukup leluasa, dengan senang hati kita menjalani apa yang ia perintahkan. Namun sebaliknya, saat kita diburu waktu, langkah mereka seperti "menghalang-halangi", mengulur-ulur  waktu kita. Kita berpikir bila kendaraan bisa kita bawa tanpa kehadiran petugas partikelir tersebut.

Alih-alih menambah ruwet, kehadiran kaum "Bang Bule" tak sedikit pula yang membawa kemudahan. Di banyak lokasi jalan, mereka berjasa dalam memberikan "prioritas" bagi pengguna jalan. Mereka tahu mana yang mesti "didahulukan" atau diberi kesempatan kemudian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline