Lihat ke Halaman Asli

Iwan Setiawan

Menulis untuk Indonesia

Dulu Parang Sekarang Besi, Nasib Karyawan Tak Lolos TWK

Diperbarui: 11 Juni 2021   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

potho: Antara photo

Mencermati berita yang sedang hangat dibicarakan, kita menemukan topik yang satu ini. Berita tentang dinamika yang berlangsung di lembaga anti anti korupsi negeri ini. Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK demikian lembaga ini disebut. Sebagaimana namanya, lembaga ini bertugas memberantas praktik rasuah oleh penyelenggara Negara.

Rekam jejak lembaga yang saat ini dipimpin oleh Firli Bahuri itu mengundang decak kagum. Banyak kasus korupsi berhasil diungkap. Tak sedikit pejabat Negara yang terjaring. Mereka yang dulu begitu dihormati, karena terbukti korupsi, kini mendekam di hotel prodeo. Mereka menempati sel tahanan yang sempit. Dahulu timah sekarang besi, dahulu memiliki martabat yang tinggi dan dihargai sekarang menjadi orang biasa sebagai pesakitan, begitu kata peribahasa.  

KPK boleh disebut sebagai lembaga yang paling banyak disorot. Publik memberi perhatian melebihi lembaga-lembaga lain. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Publik menilai lembaga ini sebagai garda terdepan dalam upaya menyelamatkan uang negara. Asset yang juga milik publik, uang rakyat yang disetor lewat pungutan pajak.

Berita paling hangat berkaitan dengan alih status para punggawa lembaga ini. Pemerintah menaikkan status kepegawaian mereka menjadi Aparatur Sipil Negara atau ASN. Sedikitnya seribu tiga ratus pegawai akan menyandang status pegawai negeri. Dalam proses menjemput status baru itu, para pegawai menjalani tahap seleksi berupa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Silang Pendapat TWK

Tes Wawasan Kebangsaan, yang umumnya diberikan kepada calon pekerja baru, itu sudah dilaksanakan. Sebagian besar pekerja KPK berhasil lulus. Mereka dilantik sebagai ASN pada 1 Juni yang lalu, bertepatan dengan Hari Lahirnya Pancasila. Mereka kini telah lega, berhasil lolos dari lubang jarum berupa ketatnya proses ujian.

Adapun karyawan yang tidak lulus dalam tes, mereka pantang untuk turun gelanggang. Mereka merasa diperlakukan tidak adil. Habis manis sepah dibuang. Setelah bertahun-tahun mengabdi, mereka dirumahkan. TWK, adalah tes yang dirancang sebagai upaya untuk menyingkirkan. Mereka bertekad untuk menggugat dengan menempuh upaya hukum.

Seorang karyawan yang tidak lulus berpendapat bila pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam TWK seperti mengada-ada. Jauh panggang dari api, banyak dari pertanyaan yang tidak berkaitan dengan bidang pekerjaan mereka sebagai pegawai. Mengutip salah satu pertanyaan, karyawan tadi diminta memilih antara Pancasila dan Kitab suci Al Quran. Lebih lanjut ia mengungkapkan apa pun yang ia pilih akan dianggap salah.

Segendang sepenarian dengan karyawan tadi, tim penasihat hukum yang mewakili mereka menganggap TWK sebagai upaya untuk memberi cap tertentu. Karyawan yang tidak lolos seleksi akan dikenai sebutan tidak Pancasilais. Sekali lancung di ujian, seumur hidup tak akan dipercaya, begitu kata peribahasa.

Pendapat berbeda mengatakan bila TWK adalah tahapan yang harus dilalui seseorang yang akan menjadi abdi negara. Bila Tes Wawasan Kebangsaan dianggap tidak adil, bagaimana dengan sebagian besar karyawan yang telah lolos tes. Mereka tentu tidak ingin upaya keras yang telah dilakukan untuk lulus dalam tes ternoda oleh sebutan tidak adil itu. Perbedaan pendapat tentu akan selalu ada, sebagaimana kata peribahasa, Rambut sama hitam, pendapat berlainan.

Berhasil atau gagal adalah satu keniscayaan. Dalam hidup tentu kita pernah mengalami dua keadaan ini. Ketika meraih keberhasilan tentu perasaan kita senang. Dan saat kegagalan kita terima, kita merasa seolah dunia kiamat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline