Lihat ke Halaman Asli

Isrofi Panglipur Wati

Mahasiswa Pascasarjana IAIN METRO LAMPUNG.

Kafalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah

Diperbarui: 27 April 2023   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dunia bisnis, modal merupakan hal yang sangat penting. Bentuk dari modal bisa berupa modal yang bersifat material, keahlian, dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan modal seorang pembisnis maupun pengusaha dapat menggunakan modalnya sendiri atau meminjam kepada pihak lain, seperti bank, BMT dan lain sebagainya. Salah satu fungsi dari lembaga keuangan Syari’ah, khususnya bank syari’ah adalah dengan memberikan jaminan kepada nasabah.

Lembaga Keuangan Syari’ah memberikan jaminan kepada nasabahnya yang sering disebut dengan kafalah. Kafalah merupakan jaminan atau garansi yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban dari pihak kedua atau yang di tanggung. Kafalah juga memiliki arti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Penjamin dapat meminta imbalan tertentu kepada orang yang dijamin atas jasanya. Dari sini terlihat bahwa Lembaga Keuangan Syari’ah menyediakan jasa pinjaman kepada nasabah untuk memenuhi salah satu kebutuhan nasabahnya dengan skema penjaminan yang berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah.

Landasan hukum kafalah atau jaminan terdapat dalam Qur’an Surah Yusuf ayat 72, yaitu:

Artinya: “Dan barang siapa yang dapat mengembalikannya piala raja, maka ia akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan aku yang menjamin terhadapnya.” (Q.S Yusuf:72)

Dalam surah Yusuf kata za’im memiliki arti penjamin, yaitu gharim orang yang bertanggung jawab atas pembayaran.

Ada dua rukun kafalah, yaitu ijab dan qabul. Beberapa rukun dari akad kafalah yang harus dipenuhi dalam transaksi, yaitu:

  • Pelaku akad, yaitu kaafil atau penanggung merupakan pihak yang menjamin, dan makful atau ditanggung merupakan pihak yang dijamin;
  • Objek akad yaitu makful alaih (tertanggung) merupakan obyek penjamin;
  • Shighah, yaitu ijab dan qabul.

Ada beberapa syarat dari akad kafalah, yaitu sebagai berikut:

  • Obyek akad harus jelas dan dapat dijaminkan; danakful ‘alaih.
  • Tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun-rukun kafalah terbagi menjadi empat, yaitu:

  • Pihak penjamin (al-kafil), merupakan pihak yang mempunyai kecakapan untuk mentasharufkan hartanya.
  • Obyek yang dijamin (al-makful bihi), yaitu berupa hak yang dapat diwakilkan kepada pihak lain, biasanya berupa hutang atau barang tertentu yang statusnya tertanggung.
  • Pihak yang dijamin (al-makful ‘anhu), merupakan pihak yang mempunyai tanggungan harta yang harus dibayar, baik masih hidup atau sudah mati.
  • Akad ijab dan qabul atau sighat, yaitu ungkapan, baik menggunakan lisan, tulisan maupun isyarat yang menunjukkan adanya kehendak para pihak untuk melaksanakan kafalah.

Secara umum, syarat kafalah harus mendapatkan izin dari pihak yang dijamin. Selain itu, masing-masing dari syarat di atas mempunyai syarat tertentu. Berikut ini adalah syarat yang terkait dengan pihak penanggung, yaitu:

  • Pihak penanggung harus cakap hukum, yaitu berakal, baligh, dan tidak dalam paksaan.
  • Pihak penjamin (kafil) harus mengetahui obyek yang dijaminnya. Pihak penjamin harus ada dimajlis akad supaya mengetahui siapa dan apa yang dijaminnya.

Syarat yang terkait dengan pihak yang berhutang (ashil) yang berhutang yang dijamin (makful ‘anhu), yaitu ia atau wakilnya (ahli warisnya) memiliki kemampuan untuk menyerahkan obyek yang dujamin (makful bihi). Syarat lainnya yaitu pihak penjamin (makful ‘anhu) harus mengetahui pihak yang dijamin, bahkan menanggung orang yang telah meninggalpun diperbolehkan.

Dalam hal ini, syarat obyek kafalah harus berupa hutang yang mengikat. Pbyek yang dijamin disebut makful bihi, dan harus sesuatu yang dipenihu, seperti hutang yang harus dipenuhi. Berikut syarat makful bihi, yaitu:

  • Makful bihi harus sesuatu yang menjadi tanggungan pihak ashil baik itu berupa hutang, barang maupun jiwa atau perbuatan.
  • Makful bihi harus sesuatu yang mempu dipenuhi oleh pihak kafil, supaya akad yang dilaksanakan memiliki manfaat.
  • Status hutang harus mengikat dan sah.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline