Lihat ke Halaman Asli

ISJET @iskandarjet

TERVERIFIKASI

Storyteller

Menebak Masa Depan Gojek (Level I - Status Ojek)

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya, agak aneh kita ujug-ujug ngobrolin soal Gojek atau Grab Bike atau produk sejenis, padahal sebelumnya tidak ada obrolan seputar ojek. Sama anehnya dengan aksi kekerasan yang dilancarkan oleh tukang ojek terhadap tukang ojek berseragam hijau yang merupakan mitra Gojek.

Keanehan ini bermuara pada ojek itu sendiri yang pada hakekatnya adalah ‘barang haram’. Keberadaan angkutan umum berbentuk sepeda motor tidak termaktub dalam Undang-undang. Aktivitas ngojek jelas-jelas melanggar hukum. Dan tidak ada satu pun instansi pemerintah di negeri ini yang mau mengakui apalagi mengayomi tukang ojek, karena ojek itu ilegal.

Kalau aparat penegak hukum komitmen dalam penegakan hukum, niscaya semua tukang ojek itu akan berhadapan dengan hukum. Tapi jangankan ngurusin ojek, ngurusin angkutan umum berplat hitam saja pemerintah tidak konsisten. Di tahun 2007, pernah terjadi sweeping angkutan plat hitam oleh para supir angkot plat kuning di daerah Kalideres. Ribuan pengemudi angkutan resmi ini pun mogok total menuntut penertiban angkutan haram yang dianggap telah mengurangi penghasilan mereka. Dan sampai saat ini, angkot berplat hitam masih beroperasi di beberapa lokasi.

Kembali ke ojek, angkutan umum roda dua ini malah sudah bertengger dalam roda perekonomian masyarakat. Di setiap mulut jalan kecil, atau biasa disebut gang, pasti ada pangkalan ojek, dengan atau tanpa papan nama.

Orang tua yang anaknya sekolah jauh dari rumah perlu ojek yang siaga mengantar-jemput murid. Pedagang dan pemilik rumah makan butuh ojek untuk mengantar mereka belanja di pasar. Para komuter di kota-kota besar, termasuk tokoh, seleb, ataupun pejabat yang terjebak macet, juga membutuhkan ojek agar bisa tiba di lokasi tujuan tepat waktu.

Salah seorang tokoh yang sering memberikan testimoni untuk ojek adalah Faisal Basri, Kompasianer yang saat ini menjabat sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas di bawah Kementerian ESDM. Apalagi kalau Faisal sedang berkejaran dengan waktu karena harus berpindah dari satu tempat seminar ke tempat pertemuan berikutnya. Hanya ojek yang bisa menyelamatkan dirinya dari keterlambatan.

Struktur jalan dan kondisi angkutan yang tidak memadai telah menempatkan ojek sebagai angkutan umum alternatif. Banyaknya perumahan yang tidak dilalui oleh angkutan umum dan padatnya permukiman penduduk dengan jalan-jalan kecil juga memperluas pangsa pasar ojek. Ditambah semakin mudah dan murahnya harga sepeda motor yang memicu semakin banyak orang beralih profesi jadi tukang ojek.

Dan kondisi tersebut tidak hanya terjadi di perkotaan, tapi juga di pinggir kota hingga pedesaan. Sampai-sampai semua orang lupa atau pura-pura tidak tahu bahwa sepeda motor hanya boleh digunakan sebagai angkutan pribadi. Bukan sebagai angkutan umum.

Di negeri ini, seperti diatur dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, ada 5 jenis Kendaraan Bermotor yang diakui pemerintah, yaitu sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus. Dan hanya mobil yang bisa digunakan sebagai Kendaraan Bermotor Umum atau angkutan umum seperti diatur dalam Pasal 47 Ayat 3.

Tapi di lapangan, ojek bukanlah barang haram, bahkan tidak lagi menjadi angkutan umum alternatif, tapi angkutan umum yang berdampingan dengan angkutan umum lainnya.

Coba lihat di sekitar. Di titik pemberhentian Damri Bandara di dekat stasiun Pasar Minggu, misalnya, ojek-ojek dengan sabar berjajar untuk kemudian berebut rejeki bersama supir-supir taksi, begitu bis Damri merapat menurunkan penumpang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline