Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Betulkah Standar Kecantikan Tak Pernah Realistis?

Diperbarui: 6 Agustus 2023   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi wanita cantik|dok. Pore Hero, dimuat Kompas.com

Dunia ini penuh ketidakadilan. Orang kaya dan orang yang mempunyai kekuasaan di pemerintahan atau di organisasi massa, biasanya mendapat privilege.

Makanya, mereka yang mendapat perlakuan khusus itu lebih mudah mendapatkan proyek, job, atau didahulukan dalam mengurus sesuatu.

Akhirnya, orang yang pada dasarnya sudah kaya akan semakin kaya, sedangkan yang miskin tetap terpuruk tanpa tahu kapan bisa bangkit.

Selain itu, orang cantik atau tampan, juga relatif sering mendapat kemudahan dalam berbagai urusannya. Tak heran, si cantik dan si ganteng ini lebih gampang mendapatkan pekerjaan.

Tak dapat dipungkiri, secara umum, siapa saja memang cenderung menyukai melihat wanita cantik atau lelaki yang tampan. 

Pepatah Minang mengatakan "condong mato ka nan rancak", yang terjemahan bebasnya "mata seseorang cenderung tertuju kepada yang cantik atau indah".

Tentu, cantik dan tampan di sini seperti yang terlihat secara kasat mata, yakni dari bagaimana wujud fisik dan pemampilan seseorang.

Sebetulnya, penilaian atas kecantikan seseorang agak sulit distandarisasi. Yang cantik menurut Si A, belum tentu cantik kata Si B.

Sayangnya, dalam era konsumerisme saat ini, media massa dan media sosial mempengaruhi opini publik untuk mengatakan orang cantik itu kurang lebih seperti model iklan produk kosmetik.

Makanya, wanita yang berkulit putih mulus, rambut lurus, dan bertubuh ramping, akan mendapat perhatian yang lebih banyak karena dinilai cantik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline