Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Makna Asli "Klitih" Tidak Negatif, tapi Kini Identik dengan Kriminal

Diperbarui: 12 April 2022   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. borobudurnews.com

Akhir-akhir ini citra Yogyakarta sebagai kota pelajar dengan masyarakatnya yang santun mulai tercoreng oleh ulah oknum sekelompok remaja yang melakukan tindak kriminal.

Ya, tindakan oknum remaja yang ramai diberitakan media massa itu lebih tepat disebut sebagai tindakan kriminal, bukan aktivitas "klitih" sebagai suatu tindakan kenakalan remaja yang konon sudah mentradisi di Yogyakarta.

Karena korban nyawa sudah berjatuhan, yakni 7 orang tewas dalam 6 tahun terakhir, maka kalau ini disebut sebagai trend baru dari aktivitas klitih, sungguh memprihatinkan.

Tak heran kalau Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, sangat geram. Beliau meminta polisi segera bertindak untuk menangkap pelaku dan memproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

Seperti diketahui, peristiwa yang terjadi baru-baru ini terjadi pada Minggu (3/4/2022) yang menewaskan seorang remaja pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta yang juga putra seorang anggota DPRD Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Klitih sendiri, dulunya bermakna tidaklah negatif seperti sekarang. Asal kata klitih adalah dari kata ulang "klitah-klitih" yang bermakna jalan bolak-balik agak kebingungan. Hal itu merujuk pada Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito (Kompas, 18/12/2016).

Kemudian, Kompas.com (9/4/2022) memuat pendapat sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito, yang mengartikan klitih sebagai kegiatan keluar rumah pada malam hari untuk menghilangkan kepenatan.

Pendapat senada juga disampaikan sosiolog UGM lainnya, Sunyoto Usman, yang mengatakan klitih adalah mengisi waktu luang dan tidak ada konotasi negatif pada makna asli klitih.

Namun, perkembangannya saat ini telah membuat makna klitih bergeser kepada hal negatif, yakni tindakan kriminalitas dan anarkistis.

Diduga, pergeseran makna tersebut terjadi secara bertahap, dari sekadar kenakalan remaja sebagaimana juga terjadi di berbagai daerah, hingga menjadi seperti sekarang ini.

Tak bisa lain, peran dari orang tua, lingkungan RT, dan juga sekolah, menjadi semakin penting dalam mengawasi aktivitas para remaja di lingkungannya, agar klitih kembali ke makna semula.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline