Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Kaos Promosi Gratisan Dibawa Tidur, Kaos Promosi Mahal Dipamerkan

Diperbarui: 29 November 2020   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. detik.com

Dari pengamatan sekilas, banyak sekali anak muda di negara kita, terutama yang tinggal di perkotaan, yang memakai baju kaos bertuliskan nama kota di luar negeri. Bahkan, tak sedikit orang tua yang merasa masih berjiwa muda, juga melakukan hal yang sama. Baju kaos memang lebih simpel dan nyaman, meskipun tidak bisa dipakai untuk acara yang bersifat formal.

Begini, tulisan ini lahir setelah saya menonton tayangan iklan layanan masyarakat yang dibuat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang ditayangkan TVRI. Ceritanya tentang seseorang yang mengajarkan betapa mudahnya memasarkan barang secara digital kepada seorang pedagang kecil.

Masalahnya, di bagian akhir iklan, muncul seorang laki-laki berbaju kaos bertuliskan "Singapore" dalam ukuran besar yang mengacungkan jempolnya ke si pedagang kecil yang sudah berhasil membuka akun digitalnya. Sambil mengacungkan jempol, ia mengatakan: "UMKM di ruang digital, mudah dan menguntungkan." Tapi, tulisan "Singapore" sangat jelas tersorot kamera dan bagi saya hal ini cukup mengganggu.

Secara tidak langsung, dan mungkin tidak disadari oleh Kominfo, iklan layanan masyarakat di atas, selain mempromosikan pelaku usaha mikro agar tidak gaptek, tapi juga mempromosikan negara jiran kita, Singapura. Paling tidak, ada pemirsa yang jadi berminat untuk berwisata ke Singapura gara-gara iklan itu, yang dalam konteks perekonomian makro, akan merugikan Indonesia. Bukankah sebaiknya orang asing yang berwisata ke tanah air?

Tapi, saya sendiri sangat maklum, si bintang iklan mungkin tidak berpikir panjang, dan merasa hepi-hepi saja berkaos Singapore. Toh, saya sendiri sering melakukan hal yang sama. Kebetulan, saya punya beberapa kaos yang bertuliskan berbagai kota dunia yang saya beli saat mengunjungi kota-kota tersebut. 

Selain bertuliskan Singapore, saya punya kaos yang bertuliskan Kuala Lumpur, Bangkok, Tokyo, Sydney, New York, London, Amsterdam, Paris, Prague (maksudnya kota Praha), dan sebagainya. Tapi saya juga punya kaos bertuliskan Bali, Raja Ampat, Pulau Komodo, Kupang, Aceh, Goa Gong Pacitan, dan sebagainya.

Soalnya, dulu ketika sering atas nama dinas, saya pergi ke beberapa tempat, baik di dalam maupun di luar negeri, saya rajin berburu oleh-oleh berupa baju kaos bertuliskan nama kota atau daerah yang saya kunjungi. Maksudnya, sebagai pengingat bahwa saya pernah ke sana

Betulkah sekadar pengingat? Jangan-jangan niat untuk pamer lebih dominan. Ya, meskipun saya merasa seorang yang introvert, malah cenderung pemalu, tapi bukan berarti tidak punya niat untuk pamer. Namun, setelah usia saya merambat naik, kaos tersebut lebih banyak buat dipakai di rumah saja.

Kalau akhirnya niat pamer yang lebih dominan, inilah hal yang memang diharapkan oleh pelaku usaha pariwisata di kota-kota yang namanya tercantum pada kaos yang dipakai seseorang.

Karena bukankah itu bernilai promosi. Inilah promosi yang dibeli. Padahal, biasanya kaos paslon yang ikut pilkada atau kaos bertuliskan nama perusahaan, nama produk,  diberikan secara gratis. Barang gratisan, pasti kita malu memakainya, akhirnya kaos seperti itu fungsinya untuk dipakai saat tidur, yang tak ada orang lain yang tahu.

Tapi, kaos promosi dengan harga super mahal, itu wajib dipamerkan dengan dipakai sesering mungkin. Contohnya, kaos merchandise asli dari klub sepak bola elit di Eropa, kaos asli Hard Rock Cafe di berbagai kota dunia, yang harganya di atas rata-rata, namun tetap laris. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline