Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Jadi Sorotan Masyarakat, Aturan PSBB Dilanggar Dua Pejabat

Diperbarui: 31 Mei 2020   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.infotangerang.net

Harian Kompas, Sabtu (30/5/2020), antara lain menurunkan berita adanya dua pejabat di Tangerang Selatan yang disorot masyarakat karena melanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Keduanya adalah Wakil Wali Kota Benyamin Davnie dan Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sapta Mulyana.

Sorotan masyarakat tersebut bersumber dari foto yang diambil pada Kamis (28/5) siang di Kampung Rawa Lele, Jombang, Ciputat, Tangsel, Banten. Benyamin menghadiri undangan makan siang dari sebuah organisasi masyarakat (ormas) yang nota bene Benyamin adalah pembinanya. Adapun Sapta hadir mendampingi Benyamin.

Dalam foto, Benyamin dan Sapta dikerumuni anggota ormas tanpa menggunakan masker secara benar. Selain itu tidak ada penerapan menjaga jarak fisik. Kepada jurnalis Kompas yang mengkonfirmasi foto tersebut, Benyamin menjelaskan bahwa acara dimaksud telah menerapkan protokol kesehatan, hanya saat sesi foto-foto tidak bisa ditahan lagi, akhirnya berkerumun.

Foto tersebut beredar luas di grup-grup percakapan dan media sosial, sehingga sebagian warga mengecam dan menyayangkan tindakan dua pejabat itu. Hal ini wajar, mengingat pejabat seharusnya mampu menjadi teladan bagi warga yang dipimpinnya. Bila yang melanggar justru si pejabat, akan sia-sia ceramah yang disampaikannya di depan masyarakat banyak.

Ada pepatah Minang yang berbunyi tungkek mambao rabah, yang diterjemahkan secara bebas berarti tongkat yang membawa rebah. Tafsirannya adalah tingkah laku seorang panutan yang menjerumuskan orang lain. Atau bisa juga diartikan sebagai kesalahan seorang pemimpin sehingga gagal membawa masyarakat yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Perlu diingat bahwa sekarang ini adalah era transparansi, di mana apa yang dilakukan seseorang sangat gampang tersebar di media sosial. Saat acara siaran langsung di televisi, mungkin para pejabat akan sangat berhati-hati dalam bertindak, sadar ada kamera yang mengawasi.

Tapi pada acara yang bersifat informal dan berlangsung dalam nuansa kekeluargaan, di sinilah aturan sering dilanggar. Jangan disangka acara seperti itu tidak akan ada yang mengunggah ke media sosial. Tetap saja ada orang yang merasa bangga dan memamerkan di akun media sosialnya bahwa ia adalah orang hebat yang bisa ngumpul-ngumpul dengan pejabat.

Maka demi amannya, siapapun kita, orang biasa atau apalagi seorang pejabat, jika lagi berada di ruang publik harus sangat menyadari bahwa segala perbuatan kita bisa saja diam-diam ada yang mengamati. Bukankah sekarang banyak kamera pengintai berupa cctv yang terpasang di depan gang hingga di jalan protokol?

Kemudian, sekali foto kita muncul di dunia maya, baik yang diunggah oleh kita sendiri, maupun oleh teman atau keluarga kita, jejak digital kita sudah sulit untuk dihapus, sudah menjadi milik publik.

Jadi, jika selama ini masyarakat menjadi pihak yang diawasi oleh pejabat atau oleh aparat pemerintah, sekarang sudah berlaku hal yang bersifat timbal balik, pejabat atau aparat pemerintah pun juga secara tidak langsung diawasi oleh masyarakat.

Pejabat yang melanggar aturan bersiap-siaplah menerima komentar warganet yang terkadang kejam dan betendensi sengaja memojokkan. Cara terbaik untuk menghindarinya, ya jangan melanggar aturan. Jika telah melanggar, ucapan maaf pun tidak lagi cukup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline