Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Orang-Orang Kantoran

Diperbarui: 10 Maret 2023   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sibuknya orang-orang kantoran oleh DSD (Pexels.com).

Hidup orang-orang kantoran dimulai dari bangun tidur. Lalu gosok gigi, mandi dan pakai pewangi. Pakai baju bersih, mengikat tali sepatu, berdasi. Hidup orang-orang kantoran, meskipun tampah mewah dan berwiwaba. Kehidupan seperti itu juga tampak monoton untuk dijalani.

Setiap bangun tidur. Berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Menjalani rutinitas pagi. Sarapan ke lantai dua, melamun di lantai tiga. Kupandangkan jauh ke jalan raya. Di sana motor salip-menyalip.

Orang-orang terlihat terburu-buru. Yang ada di pikiranku. Mereka pasti telat bangun tidur. Mungkin seharusnya mereka bangun lebih pagi. Apalah daya, tubuh sudah begitu lelah digempur pekerjaan kemarin. Sampai di rumah pukul sepuluh malam. Sedikit bercengkerama dengan keluarga. Lalu mimpi indah. Mengobati luka kesepian yang entah sampai kapan mereka derita.

Mereka yang menggeber sepeda motor. Gaspol. Takut datang terlambat ke kantor. Karena terancam dipotong gaji bagi yang terlambat. Meskipun bonus pun belum tentu dapat. Andai saja mereka datang tepat waktu setahun penuh.

Seberapa berat mereka mencoba, bekerja siang-malam. Menukar waktu dan tenaga untuk uang. Berharap perubahan nasib. Berharap hari esok yang lebih baik.

Tetapi harapan adalah harapan. Hari ini mereka harus bekerja. Meski tubuh lelah dan pikiran yang tak karuan. Hari ini adalah waktu yang mereka miliki. Untuk mengumpulkan rupiah. Memastikan dapur tetap mengepul.

Kadang aku pun curiga. Jangan-jangan nasibku pun tak jauh berbeda dari mereka. Sedangkan aku masih sebagai mahasiswa. Meskipun aku terlambat datang ke kelas. Paling cuma malu sebentar, habis itu tidak terjadi apa-apa. Apalagi dengan Kurikulum Merdeka. Terlambat ke kelas beberapa menit bukanlah soal yang luar biasa.

Dalam perjalanan menuju kampus. Dengan mengendarai sepeda motor aku bisa menikmati perjalanan dengan riang gembira. Bernyanyi lagu-lagu Happy Asmara. Menikmati perjalanan indah masa kuliah.

Saat-saat berkendara itulah. Saat-saat di mana aku begitu penasaran dengan dunia yang begitu buru-buru. Banyak sekali orang naik sepeda motor seperti dikejar setan. Atau mungkin mereka sedang kesetanan.

Tapi, tidak mungkin mereka kesetanan. Melihat sepeda motor mereka yang jauh lebih bagus dari punyaku. Mereka jelas orang yang lebih mampu dariku. Secara ekonomi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline