Lihat ke Halaman Asli

Irawaty Silalahi

Cerita yang semoga menginspirasi mereka yang membaca.

Mana Lebih Baik, Punya Anak Laki atau Anak Perempuan?

Diperbarui: 30 November 2020   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu hari seorang teman bercerita kepada saya, tentang sebuah keluarga yang telah memiliki lima anak perempuan, dan masih berencana untuk memiliki anak lagi, sampai mereka mendapatkan anak laki-laki, katanya. Padahal, usia si ibu sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, yang artinya, agak berisiko untuk melahirkan.

Bukan kali itu saja saya mendengar cerita mengenai keinginan sebuah keluarga atau pasangan suami-istri yang menginginkan anak dengan jenis kelamin tertentu, sekalipun mereka sudah dikarunia anak. Banyak.

Dapat dipahami, bahwa mereka yang menganut patrilineal -hubungan kekerabatan dengan menarik garis dari keturunan laki-laki-  kehadiran seorang anak laki-laki atau lebih menjadi amat berarti, paling tidak, untuk meneruskan nama keluarga/marga. Sebaliknya, dalam budaya masyarakat yang menganut matrilineal --hubungan kekerabatan dengan menarik garis keturunan perempuan- kehadiran seorang anak perempuan atau lebih, menjadi begitu penting, setidaknya untuk meneruskan nama keluarga/marga juga.

Di luar konteks sistem patrilineal/marilineal, ada yang mengatakan, kalau punya anak perempuan, paling tidak akan ada yang menjaga di masa tua nanti. Lho, memang kalau anak laki tidak? Ada lagi yang berpendapat, kalau punya anak laki, orangtua punya tempat bergantung, apalagi kalau anaknya sukses, jadi orang. Lho, apakah sekarang dia bukan orang? Apakah anak perempuan tidak akan sesukses anak laki? Malah, banyak pula yang menganut paham: banyak anak, banyak rejeki. Apa iya, begitu?

Segala sesuatu pasti ada prosesnya. Berharap anak akan memiliki hati bijak untuk ikhlas merawat orangtua di masa senja sebagai bentuk baktinya, tentulah hal yang didambakan setiap orangtua. Tapi, apakah orangtua sudah meletakkan nilai-nilai kebaikan dalam hidup anaknya, baik laki maupun perempuan? Karena, sejatinya mengurus orangtua bukan panggilan hanya untuk anak perempuan saja, melainkan setiap anak. Sudahkah orangtua melatih, mengajarkan, dan memberi teladan pada anak sejak masa kecil untuk memiliki hati yang berbelas kasihan?

Apakah adil ketika orangtua menginginkan anak sebagai tempat bergantung di masa tuanya nanti? Apakah ini pamrih? Tergantung dilihat dari perspektif mana. Ketika orangtua telah mengusahakan apa yang terbaik yang bisa dilakukan untuk mencintai, menjaga, mendidik, dan mengasuh anak dengan setulus hati, rasanya, tanpa dimintapun, anak akan memiliki hati untuk menjaga orangtua ketika mereka menjadi lemah karena usia.

Bagaimana dengan paham: banyak anak, banyak rejeki. Siapa bilang? Ketika semua anak diajar untuk tekun, bekerja keras, dan murah hati, kemudian mereka meraih keberhasilan dalam hidupnya,  bisa jadi paham ini benar. Tapi, kalau kenyataan yang terjadi tidak demikian? Bisa dibayangkan kehidupan malah menjadi seperti benang kusut.  Lagi-lagi, proses menentukan semuanya. Pola asuh memegang peranan penting dalam hal ini.

Bila semua yang terbaik telah diupayakan, namun kenyataannya tidak sesuai dengan harapan, apakah orangtua memiliki hak mengutuki anaknya?

Saya pribadi dapat mengerti harapan keluarga-keluarga, baik yang mendambakan kehadiran anak laki-laki, mapun anak perempuan.

Terlintas beberapa cerita mengenai keinginan punya anak laki atau perempuan. Mereka yang berhasil mendidik anak yang didambakan menjadi penerus keluarga yang dibanggakan, bernafas dengan lega atas segala upaya yang dilakukan. Tapi tidak demikian dengan kisah pilu beberapa keluarga lainnya, yang  alih-alih menjadi kebanggaan buat kaumnya, anak yang dinanti justru menjadi beban keluarga, entah karena reputasi atau kelakuan yang tidak terpuji lainnya. Tragis.

Di mana salahnya? Apakah mengharapkan anak dengan jenis kelamin tertentu suatu hal yang salah?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline