Lihat ke Halaman Asli

Hamka Pakka

Jurnalis

Isu Digoreng dan Emak-Emak Butuh Menggoreng

Diperbarui: 13 Maret 2022   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Kamu punya mata untuk melihat penindasan. Kamu punya suara untuk menyuarakan ketidakadilan. Tetapi, kamu tertidur lelap karena berada di zona nyaman." Hamka Pakka

Keseharian menjadi editor di salah satu perusahan media, sudah tidak asing lagi, jika kita sering mendapatkan tulisan, baik itu dari awak media yang tergabung di perusahan tersebut, maupun kontributor lainnya yang ingin menuangkan gagasannya melalui media.

Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini saya mendapatkan rilisan tulisan dari salah satu teman yang memang aktif memberikan kontribusi pemikriannya melalui media tempat saya bekerja saat ini. Melalui tulisannya, dia menuangkan unek-uneknya terkait isu yang saat ini hangat menjadi perbincangan khlayak publik.

Apa itu? Kelangkaan minyak goreng, wacana penundaan pemilu, dan juga ungkapan Menteri Agama RI tentang penganalogian suara azan dengan suara anjing, khusus tulisan tersebut, dia lebih banyak mengulas isu kelangkaan minyak goreng dan matinya gerakan kaum intelektual (mahasiswa).

Teman saya ini juga menilai, mereka yang saat ini pemegang palu sidang di gedung parlamen lebih fokus mendiskusikan wacana penundaan pemilu ketimbang isu kelangkaan minyak goreng. Mengapa? Karena, faktanya saat ini para elite politik ramai berpendapat tentang wacana penundaan pemilu ketimbang isu kelangkaan minyak goreng.

Asumsi saya, bagi para elite politik lebih senang mendiskusikan isu wacana penundaan pemilu ketimbang isu kelangkaan minyak goreng, mengapa? Karena isu penundaan pemilu bisa saja memberikan ekstra time (penambahan waktu) untuk mempersiapkan dirinya atau public figure yang hendak di persiapkan untuk memimpin negeri ini.

Sedangkan isu kelangkaan minyak goreng tidak terlalu menjadi bahan diskusi bagi mereka, mengapa? karena, mereka jarang bersentuhan dengan namanya minyak goreng. Toh, minyak goreng sering bersentuhan dengan emak-emak di dapur ketimbang para elite politik di parlemen.

Seandainya, minyak goreng ini, juga bersentuhan dengan para istri elite politik dan membuat istri mereka ngomel, bisa saja mereka akan peduli mendiskusikan isu ini. Benar tidak teman-teman?

Kembali ke tulisan teman saya itu, selain dia menyoroti ketidak pekaan para elite politik (Anggota DPR), dia juga menyoroti ketidak pekaan kaum intelektual (Mahasiswa). Menurutnya, pembangunan sejarah bangsa ini tidak terlepas dari peranan Mahasiswa. Alasannya? Karena Mahasiswa memiliki peranan sebagai agent of change maupun social of control, berawal dari peranan itulah sejarah mencatat hadirnya reformasi karena gerakan mahasiswa yang menyoroti isu kebijakan public yang tidak pro terhadap rakyat.

Nah, sekarang gi mana potret mahasiswa masa kini? Meminjam kata teman saya, mungkin mereka lagi bergadget ria di teras warung kopi. Hehehe.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline