Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Badai Ucapan yang Terlambat

Diperbarui: 24 Oktober 2021   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Badai ucapan yang terlambat | Dokumen pribadi oleh Ino

Aku datang dari desa yang belum akrab dengan kebiasaan-kebiasaan kota. Di sana malah aneh kalau ulang tahun dirayakan besar-besaran.

Potong kue ulang tahun pun terasa aneh. Ya, aneh sekali di sana. Apalagi kalau pagi-pagi bernyanyi di depan pintu kamar seorang yang berulang tahun.

Apa-apaan sih? Ini bukan karena korona, tapi memang seperti itu kebiasaan yang memang tidak biasa terlihat di sana. 

Aneh juga, orang tua lupa hari ulang tahun anak-anaknya. Seorang saudara lupa ulang tahun kakaknya, bahkan ada anak yang lupa hari ulang tahun ibu dan ayahnya.

Saya pernah melihat orang tua itu menulis pada dinding rumahnya tanggal bulan dan tahun kelahiran anaknya 13 tahun silam. Ia menulis dengan warna hitam, ya dari arang kayu api.

Saya jadi mengerti mengapa sekarang ia lupa tanggal ulang tahun anaknya sendiri. Semua karena dana desa, dana yang mengalirkan perubahan di desa-desa.

Rumah-rumah dirombaknya. Tulisan dari tinta arang dihapus dan dibuangnya. Orang tua itu berada di persimpangan antara hidup selaras dengan kemajuan dan meraih uang serta popularitas.

Ingin sekali mempertahankan tradisi ramah tamah ala orang desa, namun mengucapkan selamat ulang tahun itu kami tidak biasa tepat pada waktunya.

Ingin menggapai kemajuan seperti orang-orang kota, namun dinding handphone kami selalu saja noise. Tapi anehnya, voice nya terdengar setelah ulang tahun lewat. 

Maaf, mendahulu hari H, katanya itu kutukan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline