Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Moralisasi Suburkan Penyakit Terkait Perilaku

Diperbarui: 12 September 2018   14:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: newsghana.com.gh)


Gadis-gadis belia membagi-bagikan selebaran tentang kanker serviks di kawasan Bundaran HI pada suatu hari di car free day beberapa tahun lalu. "Pak, silakan. Ini penting," kata salah satu dari mereka sambil menyodrokan leaflet dan menunjuk papan petunjuk berisi informasi tentang kanker serviks.

Yang tidak masuk akal saya adalah disebutkan bahwa salah satu penyebab kanker serviks adalah karena pembalut (perempuan). Penyebab kanker serviks itu 'kan virus yaitu human pavilloma virus (HPV). Bagaimana bisa virus muncul hanya karena pembalut yang kotor?

Ini salah satu bentuk moralisasi penyakit yang akhirnya berdampak buruk terhadap upaya-upaya penanggulangan karena masyarakat tidak diberikan informasi yang konkret. Virus penyebab kanker serviks al. ditularkan oleh laki-laki melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan luar nikah.

Memang aneh. Pada laki-laki virus kanker serviks tidak berkembangbiak di alat kelamin. Tapi, pada perempuan virus itu justru galak dan menimbulkan kesakitan bahkan sampai menjadi penyebab kematian, seperti yang dialami oleh mendiang Julai Perez (Jupe).

[Baca juga: Kanker Serviks Bukan Hanya Ulah Perempuan Semata]

Ketika seorang istri terdeteksi kanker serviks, maka suami pun membusungkan dada karena merasa tidak bersalah. Soalnya, penyebab kanker serviks itu 'kan karena malas ganti pembalut. Padahal, dia yang menularkan virus kanker serviks ke istrinya. Tidak harus melalui hubungan seksual di luar nikah karena bisa saja suami tadi mempunyai istri lain.

Pengalaman seorang guru agama di Sumut menunjukkan penularan virus, dalam hal ini HIV, tidak selalu melalui zina seperti yang didengung-dengungkan banyak kalangan dari 'zaman kuda gigit besi' (baca: awal epidemi HIV/AIDS di Indonesia) sampai sekarang. Guru agama itu tertular HIV dari istri kedua.

[Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS]

Yang paling tidak masuk akal, seperti pernah disebutkan oleh dr Katono Mohamad, mantan Ketua IDI, orang tidak pernah malu mengatakan bahwa dia mengidap hepatitis B. Padahal, "Penularan HIV/AIDS persis sama dengan virus hepatitis B," kata dr Kartono dalam sebuah kesempatan wawancara di tahun 1990-an.

Celakanya, orang yang mengidap HIV/AIDS dicaci-maki karena dianggap tertular karena berzina, melacur, seks menyimpang, dll. Padahal, penularan HIV/AIDS juga terjadi melalui hubungan seksual dalam ikatan pernikahan yang sah, melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba bersama-sama dengan bergantian, transfusi darah yang tidak diskirining HIV, dan dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya, melalui air susi ibu (ASI).

Tapi, karena sejak awal banyak kalangan, bahkan waktu itu menteri kesehatan, selalu mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan homoseksual, seks menyimpang, dan pelacuran, maka sampai sekarang pun banyak orang yang merasa tidak berisiko tertular HIV/AIDS karena mereka bukan homoseksual, tidak melakukan seks menyimpang dan tidak pula seks dengan pelacur (baca: pekerja seks komersial/PSK).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline