Lihat ke Halaman Asli

Inayatul wardiyah

Gadis keturunan Jawa yang hobynya baca, nulis dan berkelana

Dilema Aborsi

Diperbarui: 4 Februari 2021   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Anomali perilaku manusia dikehidupan bermacam-macam. Salah satunya aborsi, ya! Sebab aborsi menjadi dua hal, kehamilan sebagai simbol kehidupan atau pengguguran sebagai upaya Kematian. Akan tetapi bukankah kehidupan dan kematian itu melibatkan dua entitas antara eksistensi janin sebagi Calon manusia baru dan keberadaan si ibu hamil? Aborsi adalah posisi antara memilih kebaikan si ibu atau mempertahankan kelahiran jabang bayi. Tak lepas dari proses itu, keduanya sama-sama mengalami pengerusakan yang berakibat kematian, baik satu atau dua duanya.

Baik diranah hukum, agama, sosial, budaya, etika bahkan intelektual. Aborsi selalu masuk dalam idiom yang kontroversial. Bahkan di kalangan feminis dan pejuang keadilan gender, aborsi tetap seksi dibincangkan. Melihat dari perdebatan itu semua, baik subjek maupun objek. Perempuan lah pihak yang paling dirugikan.

Secara fisik, jika aborsi dilakukan akan mengakibatkan penderitaan yang luar biasa baik ketika aborsi di lakukan atau pasca aborsi. Apalagi jika terjadi kesalahan saat aborsi maka nyawa melayang sangat mungkin terjadi. 

Lalu belum lagi secara psikis. Ada banyak sekali penelitian yang menyatakan dampaknya berupa depresi, rendah diri, rasa bersalah hingga penyesalan seumur hidup yang menghantui si perempuan. Tak sedikit pada akhirnya perempuan" korban aborsi mengakhiri hidupnya sebab tidak kuat menahan beban itu. 

Di Indonesia sendiri, aborsi menjadi perdebatan panjang di kalangan pembela keadilan gender, Agamawan, dokter, dan pemerintah. Sebagaimana yang kita ketahui, perdebatan ini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak , terutama jika aborsi dilakukan secara ilegal dan tidak aman yang berulangkali di ulas di media massa. 

Jika melirik peraturan perundang-undangan negara kita, maka pada dasarnya aborsi dilarang. Negara membuat hukuman yang berat bagi pelaku aborsi demikian pula termasuk tenaga medis, juru obat, si perempuan itu sendiri atau pihak pihak lain yang terlibat dalam aborsi. 

Meskipun dalam UU dan PP aborsi dilarang, tetap saja semua terdapat pengecualian untuk aborsi yang diperbolehkan. Sebagaimana yang tertera dalam KUHP pasal-pasal tentang aborsi dan kesehatan reproduksi. Salah satunya yaitu aborsi diperbolehkan jika kehamilan mengancam nyawa ibu maupun janin. 

Lalu Apa saja? Hanya dokter dan tenaga medis yang berwenang yang dapat memberikan pernyataan itu. Selain itu janin yang menderita penyakit genetik/cacat yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi untuk bertahan hidup juga diperbolehkan untuk aborsi. Demikian bukan disebut aborsi jika indikasi deruratan medis dideteksi sejak usia kehamilan dini, maka ada batasan dan aturan tertentu mengenai pengguguran legal.

Yang terakhir aborsi di perbolehkan untuk korban pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Bagian ini pula dijelaskan dalam PP tentang indikasi perkosaan, konseling aborsi hingga waktu aborsi. 

Tidak melulu aborsi, namun semua ada Hak dan wewenang terkait hal ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline