Lihat ke Halaman Asli

Wisuda

Diperbarui: 15 September 2018   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini aku datang pada wisudamu.

Seperti mau terbang jantungku mendapati senyummu yang tak lepas, sumringah penuh kelegaan setelah empat tahun menanti dengan penuh air mata dan rasa lelah.

Kucoba menenangkan hatiku sendiri karena berjalan menuju arahmu bukan hal yang cukup mudah, aku harus menguatkan semuanya agar keberanian yang sudah kubangun jauh jauh hari tak gugur dengan percuma.

Aku bahkan ingat jengkal tanah yang saat ini kuinjak, pernah aku berada di sini bersamamu saat pertama kali kau datang di tempat ini dengan langkah bak seorang penjahat perang yang memenangkan delapan pertempuran maha besar. Kau genggam kemenangan itu erat erat dalam jemarimu yang saat itu teguh mengunciku.

Hari itu, seminggu saat kau dinyatakan lulus tanpa tes. Hari dimana seminggu sebelumnya kau memelukku sekaligus menangisi akan sebuah jarak yang tak bisa ditentang.

Hari itu aku mengantarmu daftar ulang seharian.

Saat kau menyelesaikan urusan dengan wajah begitu mendung dan kemudian kuraih tanganmu dan mengatakan bahwa 'semuanya akan baik baik saja'.

"Aku nggak ngerti kalo misalnya kangen trus kita engga bisa saling video call karena beda waktu, aku harus gimana?" katamu kala itu. Menunduk lesu, melupakan kebahagiaannya yang baru saja ia banggakan.

"Kalo kamu sibuk kuliah di sana terus kecantol orang sana sementara di sini aku sibuk bedah jantung.. Gimana?" lagi lagi kau mengeluh, seolah menyalahkan keadaan.

Aku tertawa mendengar rengekannya.

"Kamu pikir aku segenit apa?" aku bertanya balik, mengelus pelan jambulmu dan mentoel pipimu yang cemberut. Aku percaya bahwa kau tidak akan dilemahkan oleh jarak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline