Lihat ke Halaman Asli

Harun Imohan

Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Sebagai sarjana muda, saya hanya bisa menulis untuk sementara waktu karena belum ada pekerjaan tetap.

Senin di Stasiun Senen

Diperbarui: 26 September 2017   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tempat yang straregis, berada di seberang terminal dan disamping kantor dinas Olahraga. Tak jauh juga dari pasar dan keramaian, berdiri megah, dengan fasilitas yang terbilang mewah, parkir rapi tertata dan juga terdapat swalayan yang menghimpit. Begitulah kondisi dan tatanan lokasi Stasiun Senen. Merupakan stasiun andalan masyarakat Ibu Kota Jakarta yang hendak bepergian ke luar provinsi. Meskipun banyak terdapat stasiun yang lain, stasiun Senen lah yang menjadi kesayangan. Buktinya, di stasiun ini, ramainya penumpang tiada mengenal hari dan waktu.

Jika dihitung, mungkin mencapai jutaan penumpang tiap harinya. Dengan panas matahari yang menusuk kulit badan dan kulit kepala serta rambut, membuat suasana macet di depan stasiun semakin tidak ramah. Sudah menjadi pemandangan yang biasa dilihat, kemacetan dan kemarahan pengendara yang saling mencela. Udara yang panas, mendukung kemarahan orang-orang disana. Tak lupa, peluit tukang parkir (ilegal) juga membantu mewarnai keindahan stasiun. Kelebihan kuota pengunjunglah yang membuat perut tukang parkir liar itu kenyang. Meskipun tidak profesional, tak apalah, setidaknya membantu "merawat perut orang lain".

Antri tiket dimulai dari pencetakan tiket online (bagi yang sudah memiliki tiket yang dipesan jauh-jauh hari). Bagi yang belum membeli tiket, harus sedia mengantri dengan panjang dan hati yang sabar. Persyaratan membawa kartu identitas bagi calon penumpang yang memesan tiket menjadi alasan banyak yang tidak memilih kereta sebagai angkutan mereka. Tapi, tidak membuat penumpang stasiun berkurang, seakan tidak membuat perbedaan dalam jumlah. Yah, haruslah bersabar dalam mengantri. Pemeriksaan tiket dua kali yang membuat antrian cukup panjang. Memang kalau mau menjadi orang berjiwa spiritual tinggi, haruslah banyak-banyak naik kereta api. Mengapa? Karena di stasiun, bangunan dan petugasnya mengasah kesabaran dan melatih mental calon penumpang.

Tanpa melupakan tempat dimana berdirinya stasiun ini, kota dengan penggunaan waktu berharga yang berbeda dengan waktu di daerah lain, khususnya daerah pedalaman yang terkesan tidak seberapa menilai sesuatu dari penggunaan waktu. Jakarta, kota metropolitan dengan berbagai ragam makhluk yang memiliki perbedaan tempat tinggal, membuat kota ini menjadi sorotan yang serius diantara daerah-daerah lain di Indonesia. Intensitas macet dan kemarahan dijalan yang begitu tinggi, membuat kesabaran menjadi terasah dengan baik bagi pendatang baru. Tidak begitu heran jika ada omelan yang berisi kemarahan ditemukan dimana-mana, tak luput juga di stasiun Senen.

Beruntung bagi yang tinggal dan merasa memiliki daerah selain di Jakarta. Dengan kebanggaan yang diinterpretasikan melalui sikap, entah di jalan maupun di segi interaksi sosial yang masih memperhatikan rasa saling menghormati. Diam pun bisa menghasilkan sesuatu yang berharga, dengan menunggu hasil sawah yang siap untuk panen yang mengundang uang untuk digunakan dalam kebutuhan kehidupan sehari-sehari, hal ini tidak berlaku di Jakarta, sawah yang ada hanya sepetak dan sudah berbentuk bangunan kantor dan bangunan kamar kos mahasiswa.

Nah! Alangkah indah jika semua daerah mempunyai manusia yang bangga dengan daerahnya. Meski tak sedikit yang berstasiun, namun tawa dan ramah masih dikonsumsi dengan sering.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline