Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Potongan Daun Telinga Hanyut Seperti Perahu

Diperbarui: 25 April 2016   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto: Perahu Melaju"][/caption]Wajah orang-orang sudah mulai kuyu. Ada titik-titik keringat di dahinya. Udara menyengat. Matahari di atas ubun-ubun. Mendung menggelantung kembali. Pekat. Hujan bakalan lebat mengguyur kampung ini. Linmas sudah bergeser ke tempat yang lebih teduh. Mak Gendut sudah tidak ada lagi diantara kerumunan orang-orang di bawah tiang gapura.

Aku masih memandangi mereka dari jendela yang tertutup gorden separuh badan.

Ada beberapa penjual makanan di dekat kerumunan mereka. Seorang lagi menjual es gandul, dikelilingi anak-anak. Dua orang anak bikin gaduh, berebut menghisap sebatang es gandul. Linmas datang menghampiri.

“Ssst! Gantian, jangan berebut. Jangan ribut. Jangan bikin gaduh. Jangan!” katanya sambil melotot.

Dua orang anak itu pelan-pelan menjauh, kemudian kabur secepat tukang ojek. Tapi malang, es yang diperebutkan itu jatuh. Mereka saling mendorong kepala dengan tangan mereka yang mungil. Dilanjutkan pasang kuda-kuda, mengepal tangan, hampir saling jotos kalau Linmas tidak segera datang dan mencekal tangan mereka.

“Tidak boleh gaduh malah tarung. Ayo sana pergi. Kamu kesana dan kemu kesana!” Linmas melotot lagi sambil kedua tangannya merentang, kayak orang-orangan sawah, menunjuk arah yang berbeda.

Anak-anak belum pergi ketika keributan terjadi di dekat potongan daun telinga.

“Telinganya bergerak! Telinganya bergerak!” sebuah suara lantang.

“Mana?!” sahut yang lain.

Linmas bergegas menghampiri. Kedua anak itu tak jadi pergi, mengikuti di belakang Linmas sambil lari-lari kecil.

“Mundur! Mundur!” perintah Linmas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline