Lihat ke Halaman Asli

"Sebuah Tanya di Balik Hidup Yang Gini-Gini Aja", Refleksi Kehidupan ala Albert Camus

Diperbarui: 23 Oktober 2022   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kehidupan adalah keniscayaan yang tak terbantahkan. Ia berwujud entitas yang kekal sampai waktu yang telah Tuhan tentukan akhirnya dan membuat ikatan yang kuat bagi manusia yang nyawanya masih terddapat dalam jiwa raganya. 

Setiap harinya kehidupan terus berlangsung dengan penuh kedinamisan dan kerelatifan. Apa yang dikatakan sebuah kebenaran hari ini, mungkin esok hari akan berubah menjadi suatu kekeliruan. Begitulah suatu konsekuesni logis dari hal yang dinamis.

Kita sebagai manusia yang berakal dan berpikir tentu beragam pula hal yang dirasakan selama menjalani kehidupan sejauh ini. Psikologi jiwa yang bertarung dalam raga tentunya memengaruhi seseorang dalam menjalani kehidupannya.

Namun pernahkan dalam suatu fase di saat kita merasa hidup yang statis, hidup yang dirasa tanpa ada perubahan sama sekali, atau dikatakan "kok hidup gini-gini aja?" Hal demikian adalah saat manusia mulai berpikir akan tujuan hidupnya, akan kehidupan yang ia maknai. Dan sekeras apapun berpikir ke arah sana, maka semakin kita bingung dalam mencari makna kehidupan itu sendiri.

Dalam hal hidup yang gini-gini aja, Albert Camus, memberikan pandangannya terhadap realitas tersebut. Albert Camus adalah seorang filsuf, penulis, dan jurnalis Prancis. Dia dianugerahi Hadiah Nobel Sastra 1957 pada usia 44 tahun, menjadikannya penerima termuda kedua dalam sejarah.

Dalam Absurdisme yakni aliran filsafat yang dinisbatkan pada Albert Camus, Ia memandang bahwa hidup adalah sesuatu yang absurd karena keberadaan manusia yang terus terdorong untuk mencari makna dan tujuan hidup padahal kehidupan sendiri tidak bermakna dan tak memiliki tujuan tertentu.

Dalam novel yang ia tulis (l'Etranger) , digambarkan sosok tokoh utama yang merefleksikan bahwa kehidupan ini benar-benar absurd. Suatu saat ibunya meninggal dunia, dan ia bersikap biasa saja dengan hal tersebut karena ia beranggapan bahwa hidup ini tidak bermakna dan meski tidak hidup kita memiliki rutinitas yang tetap harus dilakukan.

Lantas bagimana menyikapi kehidupan ini jika menurut pandangan Albert Camus hidup ini absurd dan tidak bermakna?

Menurut dia, ada 2 respon untuk menghadapi absurdnya hidup ini.

Pertama, Lari dan akhiri hidup ini dengan bunuh diri. Ya, dengan keluarnya nyawa dari raga dipandang sebagai akhir hidup dan kiranya dapat mengakhiri segala penderitaan. Namun kenyatannya tidak demikian. Camus sendiri tidak setuju dengan jalan ini justru malah menambah absurditas dalam kehidupan. Bayangkan jika seorang ayah bermaksud bunuh diri karena frustasi dengan kehidupan yang ia jalani, justru akan menambah beban bagi keluarga yang ditinggalkannya. Bukannya mengakhiri masalah justru menambah masalah baru.

Respon yang ke dua adalah menerima dan menjalani kehidupan. Camus menuturkan dengan menerima dan menjalani kehidupan ini adalah cara yang terbaik dan akan membuat hidup bahagia ketimbang lari dan bunuh diri tak berkompromi dengan takdir. Hal ini ia gambarkan lewat cerita mythology Sisyphus. Sisyphus sendiri adalah raja yang dikutuk oleh dewa Zeus untuk membawa batu besar dari bawah ke atas gunung. Alih-alih ia berhasil membawa batu kepuncak gunung dan berhenti, justru batu tersebut menggelinding ke bawah dan ia pun harus membawa Kembali batu tersebut Kembali ke atas. Hal ini pun harus ia lakukan berhari-hari dan tidak berhenti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline