Lihat ke Halaman Asli

Ilmaddin Husain

Citizen journalist, penyuka fotografi

Ayo Jadi Pemuda Literate Melalui Kelas Literasi

Diperbarui: 10 September 2017   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis Fajlurrahman Jurdi saat menjadi pembicara

Dengan memiliki kemampuan literasi yang mumpuni, mahasiswa dan pemuda Indonesia diharap memberi kontribusi gagasan bagi pembangunan di daerahnya masing-masing. Berkelindan dengan hal tersebut, menggelar pelatihan literasi perlu terus dikembangkan.

Setali tiga uang, pemuda sebagai pengguna media sosial dituntut memiliki kecakapan literasi. Dengan kemampuan membaca, menulis, dan menelaah informasi, maka penyebaran berita palsu atau hoaks di dunia maya dapat dicegah.

Demikian hal yang mengemuka dalam "Kelas Literasi" kerjasama Lembaga Riset Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (Badko) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) di Auditorium KH Muhammad Ramly, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia (UMI), Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/9/2017).

Acara yang didukung Kohati Badko HMI Sulselbar dan BPL HMI Cabang Makassar Timur ini mengetengahkan topik "Kontribusi Pemuda dalam Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Melalui Gerakan Literasi".

dokumentasi pribadi

Pemateri diskusi antara lain, penulis buku Fajlurrahman Jurdi, Wartawan Harian Tribun Timur Hasyim Arfah, Direktur Lembaga Riset KNPI Sulsel Miftah Fauzan, akademisi STAIN Sorong Ismail Suardi Wekke, dan Pendiri Lentera Institut Muhammad Ashar.

Berturut-turut materi yang disampaikan diantaranya strategi menulis buku, jurnalisme konvensional dan jurnalisme warga, metode publikasi dan penulisan jurnal internasional, arah kebijakan pendidikan, dan transformasi gerakan literasi.  

Pendiri Lentera Institut, Muhammad Ashar mengatakan, persoalan terbesar bangsa ini ada pada persoalan budaya. "Kita belum melewati budaya baca, lalu meloncat ke budaya tonton," katanya.

Menurut Ashar, kebohongan jika diulang terus-menerus bisa dianggap menjadi kebenaran. "Hoaks selalu menyerang otak kita. Ditambah lagi kita jarang membaca buku dan berpikir mendalam," paparnya.

dokumentasi pribadi

Penulis sekaligus akademisi Universitas Hasanuddin Fajlurrahman Jurdi mengutarakan, tidak ada peradaban tanpa pengetahuan. Peradaban tanpa pengetahuan ibarat kertas yang apabila ditiup angin akan roboh dengan sendirinya. "Untuk menjadi penulis, haruslah banyak membaca. Tulislah apa yang Anda baca. Bacalah apa yang Anda tulis," ajaknya.

Menurutnya, problem dikalangan pemuda adalah masih kurangnya minat baca. Padahal, untuk bisa menulis syaratnya harus membaca. "Membaca minimal 1 judul buku dalam 3 hari. Kedua, menulis kembali apa yang kita baca," paparnya.

Pekerjaan seorang penulis adalah menulis. Jangan jadikan alasan ingin menerbitkan buku sebagai motivasi menulis. "Setiap hari saya menulis. Tetapi tidak punya target diterbitkan. Urusan menerbitkan buku itu urusan lain," ujarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline