Lihat ke Halaman Asli

rokhman

TERVERIFIKASI

Kulo Nderek Mawon, Gusti

Kala Membikin Sekolah karena Ingin Mengeruk Uang

Diperbarui: 3 April 2020   07:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, kompas.com

Saya selalu berpikir, sekolah (formal) hendaknya dibatasi saja. Dibatasi sesuai dengan rata-rata jumlah siswa di satu tempat. 

Sebab, ketika sekolah tak dibatasi kemungkinan yang terjadi adalah pertarungan dagang  antarsekolah lebih mengemuka daripada niat tulus untuk mentransfer ilmu dan akhlak.

Tak dapat dipungkiri, bahwa zaman sekarang adalah zaman tentang pertarungan mencari uang. Saking akutnya, maka ucapan Voltaire kadang memang benar adanya. 

Filsuf Prancis di masa pencerahan itu pernah bilang, "apabila kita bicara soal uang, maka semua orang sama agamanya". Sepenangkapan saya adalah bahwa ketika sudah berbicara uang, maka siapapun akan menempatkan uang sebagai kepentingan utamanya.

Zaman seperti ini membuat semua aspek berpotensi hanya mencari uang, tak terkecuali pendidikan. Niat awal dan utama orang membangun sekolah adalah ingin ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Apa benar begitu? Saya tentu tak tahu. Tapi jika semakin lama sekolah hanya untuk mencari profit berlebih, tentu dasar awal membangun sekolah bisa kembali dipertanyakan.

Karena yang dipikir sekolah "dagang" itu adalah bagaimana membangun sekolah kelas atas, dengan biaya selangit. Membangun sekolah dengan menarik uang dari siswa dengan bermacam cara. 

Kalau perlu atas nama ilmu, anak TK study tournya ke puncak Himalaya! Waduh... mahal sekali ya? Kalau sudah seperti itu, kesan yang tertangkap adalah bahwa pendidikan formal memang tujuan utamanya mencari untung, khususnya keuntungan dicari dari duit para siswanya.

Jika gambaran pendidikan seperti itu, maka akan banyak kesimpulan yang dibuat. Pertama akhirnya tiap sekolah menempatkan diri sebagai merek dagang dan pedagang yang saling bersaing. Bagaimana agar bisa mendapatkan anak didik sebanyak-banyaknya. 

Maka, jauh sebelum masa penerimaan siswa baru dibuka, setiap elemen sekolah gencar memburu siswa. Saling sikut pun bisa terjadi. Sekolah A menjelekkan sekolah B dan sebaliknya. Pokoknya, bagaimana agar siswa yang didapatkan sangat banyak.

Kedua, pertarungan itu akan memunculkan sekolah kaya dan sekolah miskin. Sekolah kaya, karena banyak siswanya maka banyak penghasilannya. Karena banyak penghasilannya bisa membangun beberapa gedung baru. Tak peduli jika gedung barunya itu awalnya adalah area hijau atau area sawah yang tak boleh dibuat bangunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline