Lihat ke Halaman Asli

Julak Ikhlas

Peminat Sejarah dan Fiksi

Akhir dari Segala Penantian

Diperbarui: 16 Juni 2019   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pexels.com

Sejak senja meninggalkan lahan, rintik hujan masih menjalari kesenduan. Lalu manganak sungai di pipi sang malam. Hingga debitnya membanjiri setiap kantong-kantong kerinduan.

Lantas aku terkapar di antara kenangan-kenangan yang mengambang dalam genangannya. Meraung setiap detik, tetap mendamba meski hujan terus menitik, dalam ronta paling mencekik.

Mungkin, sudah saatnya dayung-dayung cintaku mengayuh perannya. Untuk menuntaskan gelora yang mendera dada. Bahwa kau masih menjadi satu-satunya kehendak yang menadi dalam peredaran semesta. Menjadi satu-satunya udara yang mampu menjiwai setiap embus-hela dalam rongga dada.

Kini, dermaga hatimu kutuju, pulau impian yang mencatat adaku dan adamu, satu. Dalam ikatan kebahagiaan. Dan aku selalu yakin, kau masih mendekap harap yang kita gantungkan di langit-langit doa. Bahwa suatu saat nanti kita akan mampu menjangkaunya dalam pertemuan paling padu, akhir dari segala penantian

Martapura, 13 Juni 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline