Lihat ke Halaman Asli

Ika Septi

TERVERIFIKASI

Lainnya

4 Alasan Pemburaman Foto Mahasiswi Pengurus Lembaga Dakwah Kampus

Diperbarui: 13 Februari 2020   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhirnya postingan foto mahasiswi pengurus lembaga dakwah salah satu universitas negeri terkemuka di Indonesia dihapus tanpa penjelasan yang cucok meong dari pihak terkait.  Yak, postingan tersebut telah menjadi polemik sejagat mayapada karena pengebluran eh pemburaman foto para pengurus wanitanya.  Saya gak akan pakai kata "blur" ah, karena jadi merindukan  senyum Mamas Graham Coxon, eits.

Banyak orang menduga bahwa pemburaman wajah adek-adek mahasiswi yang budiwati itu ada sangkut-pautnya dengan aktivitas radikalisme.  Menurut Pak Dekan sih ya ndak ada lah yang kayak begituan walau blionya juga tidak menjelaskan secara gamblang alasan lainnya.  Lha kalau gak berhubungan dengan yang radikal-radikal, jadi apa dong alasannya?

Sebagai mahasiswi zaman purba yang tidak pernah menjadi pengurus orhanisasi kemahasiswaan tapi pernah menjadi pengurus urusan permakelaran cinta antara anak tehnik dan tata niaga, saya merasa terpanggil untuk menjawab kekepoan para hadirin sekalian akan kemungkinan alasan pemburaman foto adek-adek mahasiswi yang gak ada hubungannya dengan radikalisme itu.

Yang pertama, mereka mungkin ingin mengamalkan tehnik fotografi bokeh, ingat huruf akhirnya 'h' ya bukan 'r' apalagi 'p', hiyaaa. Mengapa bokeh? Karena bokeh itu indah dan keren.
Bokeh adalah kata yang berasal dari bahasa Jepang yang artinya kabur atau buram.  Efek bokeh membuat foto hanya menonjolkan objek yang paling dekat dengan kamera, sedangkan latar belakang menjadi tidak fokus alias buram.

Nah, mungkin ya adek-adek yang budiman dan budiwati ini ingin membuat foto dengan efek bokeh yang dramatis agar keren abis.  Namun bokehnya kebablasan karena ternyata sang fotografer penggemar majas hiperbola.  Agar kerennya tingkat dewa maka ia membokehkan semua, bukan latar-belakangnya saja. Dan berhubung si foto sifatnya kejar tayang jadi ya apa mau di kata,  pasang aja. Akan halnya foto para pengurus prianya yang gak kabur karena sang fotografer sudah insyap, kembali ke jalan yang benar.

Kemungkinan yang kedua adalah adek-adek mahasiswi yang budiwati tengah jerawatan berjamaah entah jerawat batu, bata, batako, atau apalah itu. Jerawat itu bikin muntab tauk, iya kalo nongol di dagu bisa dianggap andeng-andeng ala Bang Rano Karno atau di atas bibir menjadi pemanis bagai tahi lalat Cindy Crawford. Lha kalau di hidung kan jadi kayak nenek sihir, gak banget.

Nah, karena make-up artist yang gape nutupin jerawat  tarifnya ngelebih-lebihin uang kos satu bulan maka dengan sangat terpaksa wajah pun di buramkan, gak cetar gimana tuh?

Kemungkinan lainnya adalah takut terkenal.

Ya ya ya jadi orang terkenal itu memang mengasyikan, mendapat privilese, dimudahkan dalam segala hal, diendorse, diidolakan, dan lain sebagainya.  Pokoknya yang enak-enak deh, eh Bang Rhoma jangan sampai denger nih nanti malah dinyanyiin... semua yang enak-enak itu diharamkan, lalalalalala.  

Namun menjadi orang terkenal kadang merepotkan, tidak ada waktu untuk diri sendiri alias ndak ada privasi.  Kemana-mana diikuti paparazi dan banyak penggemar mengerubuti. Nanti gimana coba kalau wajah kelihatan dan jadi terkenal, kan bisa saja berakhir seperti Babang Kurt Cobain, hiiyy ngeri.  

Mereka ini merasa tidak mampu untuk menghadapi kepopuleran yang datang begitu saja, belum siap gitulah.   Oleh karena itu daripada memperlihatkan wajah imut nan memesona mending di buremin aja, hati pun menjadi tenang dan sentosa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline