Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Hindari Toxic Leadership

Diperbarui: 19 Februari 2022   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MAU JADI PEMIMPIN? JANGAN MILIKI KARAKTER TOXIC LEADERSHIP

 

Pemimpin adalah sosok yang diharapkan menjadi sosok yang mampu menjadi teladan, transformator, agen perubahan (agent of change) dalam lembaga, instansi, atau organisasi yang dipimpinnya sehingga lembaga yang dipimpinnya tersebut maju dan terus berkembang. 

Seseorang dipilih sebagai pemimpin biasanya melalui mekanisme administratif yang berisi sejumlah persyaratan administrasi yang harus dipenuhi untuk menjadi kandidat pemimpin dan mekanisme fit and proper test untuk mengetahui rekam jejak (track record), kompetensi dan kapabilitasnya sebagai calon pemimpin. Mekanisme ini biasanya dilakukan di lembaga yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme. 

Jika kandidat terdiri dari beberapa orang, maka kandidat yang terpilih adalah kandidat yang dinilai memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan kandidat yang lainnya dalam hal pendidikan, pengalaman, kemampuan manajerial, komitmen, kematangan emosi, dan sebagainya.

Gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan mewarnai lembaga yang dipimpinnya. Idealnya, seorang pemimpin diharapkan membangun iklim kerja yang kondusif, membangun komunikasi yang adem, membangun kekeluargaan, dan bermuara kepada mampu meningkatkan kesejahteraan para stafnya baik kesejahteraan jasmani maupun rohani. 

Tetapi pada praktiknya, mungkin saja hal tersebut tidak selalu terwujud. Istilahnya, jauh panggang dari api. Seorang pemimpin kurang dapat menampilkan karakter kepemimpinan yang diharapkan oleh anak buahnya. 

Dia tidak berposisi sebagai mitra kerja staf, tetapi berposisi sebagai bos, Sukanya merintah-merintah, ekslusif, ingin selalu dilayani, otoriter, setiap perintahnya harus dituruti, komunikasi satu arah, membatasi atau menutup pintu dialog dengan staf, tidak melibatkan staf dalam proses pengambilan keputusan, dan selalu merasa paling benar dan paling tahu keputusan terbaik terhadap masa depan organisasinya. Inilah yang disebut sebagai karakter kepemimpinan racun (toxic leadership).

Jika ada masalah, maka yang dicari bukan apa akar masalahnya dan fokus mencari solusinya, tetapi yang dicari adalah siapa penyebab timbulnya masalah tersebut. Dia senang menghukum dan mempermalukan stafnya. Tapi kalau dia yang salah, dia akan menyampaikan berbagai pembelaan dan pembenaran dari kesalahan yang dilakukan tersebut. 

Dia enggan untuk melakukan pengembangan kompetensi staf karena disamping perlu biaya, dalam pandangannya, jika staf makin pintar, maka akan semakin kritis, dan jika makin kritis, maka berisiko semakin banyak tuntutan yang disampaikan padanya.

Pemimpin yang berkarakter toxic leadership anti terhadap kritik dari stafnya. Sebuah kritik akan dianggap sebagai bentuk perlawanan dan ketidaktaatan terhadap dirinya. Oleh karena itu, dia akan menggunakan pendekatan kekuasaan kepada staf yang dalam pandangannya kritis dan membahayakan posisinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline