Lihat ke Halaman Asli

Ibrohim Abdul Halim

Mengamati Kebijakan Publik

Ketika PDIP Ngotot Ubah Pancasila Jadi Ekasila

Diperbarui: 14 Juni 2020   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pancasila | republika.co.id

Perdebatan mengenai Pancasila kembali mengemuka. Asal-muasalnya datang dari Gedung Parlemen yang telah menyepakati RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) ke dalam Prolegnas Prioritas 2020.

Kegegeran langsung datang dari banyak pihak. MUI (12/6) mengeluarkan maklumat penolakan RUU HIP. PP Muhammadiyah bertekad membentuk tim jihad konstitusi. Nahdhatul Ulama menghimbau DPR agar tak tergesa-gesa. Bahkan Habib Rizieq dari Arab Saudi ikut menyuarakan penolakan.

RUU HIP ini diusulkan PDIP dan Panjanya diketuai oleh Rieke Diah Pitaloka. Baru dibentuk bulan April, RUU tersebut langsung dikebut sehingga lolos di Paripurna DPR pada 12 Mei. Semua fraksi, kecuali PDIP, memberikan catatan. Demokrat bahkan telah dari awal keluar dari keanggotaan Panja.

Penulis melihat, RUU ini memiliki setidaknya tiga masalah utama.

Pertama, tujuan eksplisit pembentukan RUU HIP dalam rangka penguatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila perlu mendapat sorotan. Pasalnya, jangan sampai "Badan Pembinaan" bertransformasi menjadi "Badan Pemukul", karena akan memundurkan demokrasi. Dalam salah satu dengar pendapat ahli, RUU ini dirancang untuk memperkuat BPIP sebagai lembaga yang bisa mengaudit undang-undang lainnya.

Artinya, produk hukum setingkat UU pun (apalagi produk hukum di bawahnya seperti Peraturan Menteri dll), mungkin bisa dibatalkan melalui jalur BPIP dengan alasan tidak sesuai Pancasila. Padahal, pembahasan UU memerlukan waktu tidak sebentar dan telah mengakomodir aspirasi rakyat via fraksi-fraksi di DPR.

Kita tahu, salah satu Ketua Dewan Pembina BPIP adalah Megawati Soekarnoputri, yang juga ketua umum PDIP.

Kedua, RUU ini tidak memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai konsideran. Inilah yang ditentang ormas-ormas Islam di atas. RUU HIP justru memasukkan TAP MPRS yang tidak berkaitan dengan falsafah negara, seperti TAP MPRS VIII/2001 tentang Visi Indonesia serta TAP MPRS IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Dari situ bisa dilihat bahwa Pancasila akan diturunkan derajatnya, dari sebuah falsafah bangsa menjadi sekedar pedoman teknis. Sebagai pedoman teknis, Pancasila akan diberikan tafsir tunggal oleh penguasa. Ini tentu sangat bahaya.

Ketiga, selain hendak diturunkan derajatnya ke tataran teknis, Pancasila juga hendak diperas menjadi hanya tiga sila yakni Trisila, atau bahkan satu sila yakni Ekasila. Usul ini murni dari PDIP yang selalu membuat citra paling Pancasilais. Trisila yang dimaksud terdapat dalam Pasal 7 ayat (2), yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta Ketuhanan yang berkebudayaan. Di ayat (3), Trisila diperas lagi menjadi Ekasila, yaitu gotong royong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline