Lihat ke Halaman Asli

Investasi Minuman Alkohol: Awas Salah Mabok!

Diperbarui: 2 Maret 2021   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://cdn.ayobandung.com

Dasar karoban pawarta,
bebaratan ujar lamis,
pinudya dadya pangarsa.
Wekasan malah kawuri.
Yen pinikir sayekti,
mundhak apa aneng ngayun,
Andhedher kaluputan.
Siniram ing banyu lali.
Lamun tuwuh dadi kekembenging beka.

Artinya :

Pokok persoalannya adalah mendapat berita,
kabar angin yang seolah-olah,
akan ditunjuk sebagai pemuka.
Akhirnya malah tersingkir.
Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh,
bertambah apa sih menjadi pemuka itu?
Hanya menebarkan kesalahan.
Seperti tenggelam dalam kealpaan.
Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.

***

Penulis sengaja memuat Bait ke-4, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Raden Ngabehi Ranggawarsita III sebagai pembuka dalam tulisan ini.

Serat ini masih menceritakan zaman dimana kerusakan demi kerusakan timbul di satu negara, seperti tulisan sebelumnya yang berjudul "Zaman Edan: Omnibus Law dan Kelaliman Pejabat", penulis kembali mengutip dari salah satu bait dalam serat kalatidha. Karena menurut penulis masih sangat relevan sampai hari ini sebagai bahan kajian, baik dalam permasalahan politik, sosial budaya maupun agama.

Beberapa hari ini, Indonesia kembali diramaikan setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada tanggal 2 Februari 2021.

Penyebabnya antara lain adalah terdapat aturan tentang minuman alkohol, dijelaskan bahwa minuman alkohol masuk ke dalam daftar positif investasi (DPI) dan terdapat dalam lampiran III nomor 31, 32, dan 33. Hal tersebut barang tentu mendapatkan penolakan secara tegas oleh beberapa kalangan.

Ditambah lagi dalam lampiran III nomor 44 dan 45 termuat aturan tentang perdagangan dan pendistribusian minuman alkohol. Sehingga tidak salah akan banyaknya penolakan dari beberapa kalangan.

Di sinilah permasalahannya, mungkin ini kebodohan saya sebagai penulis. Dalam lampiran Perpres tersebut dijelaskan bahwa terdapat persyaratan, bahwa hal tersebut boleh dilakukan pada 4 (empat) Provinsi saja, diantaranya Provinsi Bali; Provinsi Nusa Tenggara Timur; Provinsi Sulawesi Utara; dan, Provinsi Papua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline