Lihat ke Halaman Asli

Ia Dahlia Syahlan

Pemburu Ilmu Pengetahuan

Curhat pada Buku Diary

Diperbarui: 2 September 2021   00:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Joanna Kosinska, Unsplash

Kehidupan itu unik, terkadang kita dibuat gembira, kemudian sedih. Hari ini menyebalkan, esok ternyata menyenangkan tanpa disangka. Banyak hal yang terjadi di hidup kita setiap detiknya. Ada saat di mana kamu ingin bercerita, atau sebatas berkeluh kesah tentang ketidakramahan dunia.

Media sosial menjadi salah satu wadah untuk kamu berkeluh kesah, eits! Hati-hati. Jika kamu berkeluh kesah di media sosial, maka itu artinya kamu membagi ceritamu kepada dunia. 

Tak jarang, di saat kamu merasa sedih, orang lain yang membaca kisah sedihmu malah tertawa. Bagaimana tidak, di media sosial kamu menulis...

"Bagaikan digergaji, hatiku patah. Bagaikan makan rayap, jiwaku rapuh. Teganya dirimu Bambang. Baru dua jam yang lalu kita jadian, kini aku kau hempaskan. Baru lima belas menit sembilan detik kau bilang akan mencintaiku seumur hidupmu, kini kau memutuskan hubungan ini. Jahat sekali kau Bambang, mengkhianati cintaku yang begitu tulus ini. Kamu jahat...kamu jaahattt".

Seringkali kita membutuhkan tempat untuk curhat. Bagi kamu yang punya sahabat, kamu bisa 1x24 jam menghubunginya untuk sekadar menjadikannya pendengar. 

Namun, tidak semua hal bisa kamu ceritakan padanya, kamu pun harus mengerti bahwa sahabatmu juga mempunyai dunianya sendiri, selain itu dia mungkin akan bosan mendengar curhatmu yang itu-itu saja. 

Bagaimana jika ketika kamu ingin curhat, suasana hati sahabatmu sedang buruk. Ya, tentunya kamu tidak bisa memaksa sahabatmu untuk selalu siap mendengarkan keluh kesahmu.

Lantas bagaimana? Apakah kamu harus mencurahkan segala isi hatimu di media sosial? Saran saya jangan.

Media sosial=media masyarakat, yang tertulis di media sosial adalah suatu berita atau informasi penting yang layak diketahui oleh masyarakat. Kalau kamu ingin curhat tentang si Bambang, maka curhatlah di media pribadi. Apa itu? Buku diary!

Kenapa harus curhat pada buku diary? Berikut 5 alasannya!

1. Buku diary adalah pendengar yang netral

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline