Lihat ke Halaman Asli

Den Ciput

I'm a writer...

Antara Mudik, Urbanisasi, dan Sentralisasi

Diperbarui: 15 September 2018   03:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image:life style kompas

Sebenernya timing posting tulisan ini kurang tepat. Udah telat, atau malah belum waktunya. Karena Lebaran udah lewat, Natal pun belum tiba.

Tapi namanya ide, kalau udah muncul gatal rasanya tangan ini untuk tak membahas. 

Jadi dalam masyarakat kita ada tradisi yang nggak baru-baru amat, juga nggak kuno-kuno amat di negeri ini. Tradisi mudik. Mudik adalah kata kerja. Kata dasarnya adalah Udik, atau Desa, mengacu kata satu tempat. Kalimat mudik mempunyai definisi kembali ke Udik. Pulang kampung.

Tradisi mudik ada karena banyak masyarakat di daerah ramai-ramai Urbanisasi dari Desa ke Kota yang lebih besar, atau ibukota negara demi mencari rezeki yang lebih baik lagi dari rezeki yang ada di kampung mereka. 

Dan bukan rahasia lagi, akibat pembanguan yang kurang merata. Akibat pembagian rezeki yang kurang 'fair' di pemerintahan yang lalu. Antara desa dan kota punya perbedaan dalam jatah pembangunan infrastruktur. Akibatnya, lapangan pekerjaan dengan gaji lumayan hanya tersedia dikota-kota besar.

Lalu terjadilah tren urbanisasi. Walau demi mengais rezeki harus rela meninggalkan keluarga, sanak saudara, serta sahabat. Tak apa, yang penting nasib berubah. Segudang mimpi berkecamuk ketika meninggalkan kampung halaman.

Ada beberapa jenis kaum urban. Salah dua-nya yang Skilled, dan unskilled. Punya keahlian, maupun tak punya keahlian. Datang dengan alasan proses Interview di perusahaan, lalu diterima bekerja. Dan yang kedua datang saat momen-momen tertentu, tanpa keahlian, hanya mengandalkan kenalan atau saudara untuk dimintain tolong untuk dicarikan pekerjaan, atau memang sengaja diajak untuk bekerja apa adanya yang penting Halal, walau nasibnya kelak dikota besar masih menjadi teka-teki silang. Yang penting nekat aja. Bonek, bondo nekat, modal nekat.

Akibatnya, dari hari kenari jumlah penduduk kota besar, terutama Jakarta, makin sesak.

Sampai disini lambat-laun terjadi masalah sosial yang membebani kota tujuan. Saya akan cerita Jakarta, kota tempat saya tinggal. Saya tidak pernah mengamati secara statistik, berapa pertambahan jumlah penduduk Jakarta tiap tahunnya yang tidak disebabkan oleh kelahiran, tapi setiap habis hari-hari besar, habis libur panjang, saya merasa penduduk Jakarta makin bertambah.

Dan tahun depannya, pas liburan panjang lagi, arus mudik makin bertambah ramai. Tak pelak pemerintahlah yang 'ketiban sampur', kena getahnya, untuk menyediakan layanan transportasi publik untuk keperluan mudik.

Pemudik yang sudah 'sukses' dan mampu membeli kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor juga tak luput dari perhatian pemerintah. Akses jalan tol terus dibangun demi kelancaran arus mudik. Berbagai fasilitas di rest area ditambah dari hari ke hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline