Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Semut-Semut di Kamar Bapak

Diperbarui: 23 September 2021   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Semut, Sumber: Pixabay/Hans Braxmeier via Kompas.com

Seorang bocah lelaki duduk sedikit jongkok, menatap rombongan hewan kecil yang bergerak sibuk, lalu-lalang ke sana kemari pada malam yang sedari tadi sudah begitu hitam pekat. 

Bulan seperti sedang malas bersinar. Bintang-bintang pergi entah ke mana. Lampu kamar menyala remang. Bocah itu membesarkan bola matanya.

Aku selalu tidak mengerti, mengapa hewan-hewan di depanku, yang sangat jarang kutemui sendirian, selalu saja terlihat rajin, memanggul sesuatu seperti bongkahan kecil sisa makanan di punggung, lantas membawanya ke sebuah sarang tanah di sudut balik pintu kamarku.

Entah, mereka dapat dari mana, pasti selalu saja ada yang dipikulnya. Mataku kulayangkan ke arah dinding, menyimak pergerakan mereka yang layaknya tentara sedang berbaris rapi, melaksanakan tugas penting dan selalu dirasa penting karena setiap waktu mereka tidak pernah berhenti bergerak. 

Selalu saja ke arah mana pun, mereka terus berjalan, bersama berurutan, tidak ada yang saling menyelip, menunggu antre di bagian belakang tiap-tiap rekannya sampai tiba di tempat tujuan.

Sesekali dengan sengaja pernah kuikuti langkah mereka. Dari sudut di balik pintu, mereka berjalan merayap ke dinding kamar, menembus sela-sela pintu, masuk ke ruang tengah, turun ke arah ubin lantai, bergerak lagi lurus ke depan, lantas naik ke meja makan lewat sebuah kursi kayu. 

Aku terus membuntuti dari belakang. Dari sela-sela tudung saji berwarna biru, mereka menembus dan mengambil sisa-sisa makanan yang terjatuh dan terserak di kaca meja makan. 

Beberapa naik ke atas piring, menjulurkan kedua tangan hitamnya, merobek roti bolu buatan ibu, dan seperti biasa, meletakkan remahan kecil roti itu di punggung, lalu berjalan kembali mengikuti rute yang sama, menuju ke sudut di balik pintu kamarku.

Ada satu bongkahan makanan yang terjatuh dari punggung. Aku mengambilnya dengan telunjuk dan ibu jari, kugeser ke dekat semut itu, lantas semut itu menaruhnya kembali ke punggung.

"Mereka sedang cari makan untuk siapa? Mengapa mereka selalu lapar?" tanyaku dalam hati, "Apakah mereka tidak pernah kenyang? Mengapa mereka selalu mencari makan?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline