Lihat ke Halaman Asli

Y. Edward Horas S.

TERVERIFIKASI

Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Cerpen: Pelajaran Malam Pertama

Diperbarui: 1 April 2021   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

"Apa saya tidak bisa memilih, Bu, Pak?"

Seorang pemuda berumur dua puluh tahun berlutut di dekat kaki seorang wanita tua. Kepalanya menunduk. Matanya menatap lantai. Pundaknya membungkuk, begitu rendah seperti tertimpa masalah berat.

Seorang lelaki paruh baya duduk. Tangannya merapikan sarung hitamnya yang kedodoran. Ia mengelus-elus jenggot putihnya, memilin-milinnya, sampai jenggot itu terpelintir agak kusut membentuk sebuah simpul. Setelah itu, ia mengambil sesuatu dari atas meja.

"Uhuk-uhuk"

Terdengar suara batuk. Lelaki paruh baya itu mengembuskan asap dari cerutu yang baru dinyalakannya. Ia beranjak dari kursi goyang.

"Tidak bisa!" katanya tegas dan keras, seperti tidak ingin dibantah.

"Iya Nak, kamu harus sama dia. Tidak ada jalan lain lagi," kata wanita tua itu sambil tangannya menyentuh pundak pemuda itu, memberi isyarat supaya dia berdiri, dan duduk di sampingnya. Matanya sedikit berair. Pikirannya penuh kebimbangan.

Betapa tidak? Di satu sisi, sebagai seorang ibu, dia ingin anaknya hidup bahagia dengan memilih wanita yang disukainya. Di sisi lain, dia tidak ingin keluarganya hancur. Barang-barangnya terus disita. Rumahnya mungkin dijual. Menjadi gelandangan pun bisa jadi.

Pemuda itu tidak bicara apa-apa. Ini sudah seratus kali dia memohon. Seperti sia-sia baginya bila meminta lebih lanjut. Sebagai anak pertama dari keempat bersaudara, pemuda itu punya banyak tanggungan. Adik pertamanya masih SMP. Yang kedua SD. Paling kecil baru lahir.

Belum lagi biaya perawatan penyembuhan ibunya. Bapaknya tidak bisa apa-apa, karena telah terlalu tua untuk bekerja. Mereka sekeluarga terpaksa berutang pada seorang rentenir di kota itu yang terkenal begitu galak dan begitu kejam saat membungakan pinjaman. 

Utang itu ia gunakan untuk membayar operasi kanker ibunya, membiayai sekolah adik-adiknya, melunasi sewa kontrakan rumahnya, bahkan sesekali terpaksa untuk sekadar membeli makanan bagi keluarganya, bila ia tidak membawa apa-apa sepulang dari pasar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline