Lihat ke Halaman Asli

Hilman Fajrian

TERVERIFIKASI

Periset Energi Beri Pemerintah Nilai 3

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1429101306417535814

[caption id="attachment_410263" align="aligncenter" width="567" caption="Booth Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Indonesia SM Summit 2015, Jakarta Convention Center, Rabu (15/4/2015). Dukungan pemerintah sangat minim dan harus bersaing dengan lembaga riset dari luar negeri untuk mendapatkan user. (dokpri)"][/caption]

Ia menggigit bibir sembari memutar matanya ke atas. Agak cemas tampaknya ia menjawab.

"Dapat nilai... tiga," akhirnya Ajeng Nurcahyani menjawab.

Wanita muda penyandang titel ST dan MT itu di kartu namanya tertera sebagai Project Specialist. Ia adalah bagian dari Pengkaji Energi Universitas Indonesia (PEUI). Sebelumnya saya bertanya, dari skala satu sampai sepuluh, berapa nilai yang ia berikan kepada Pemerintah Indonesia dalam mendukung kerja lembaganya. Saya menemuinya di booth Fakultas Teknik UI yang ada di ruang pamer Indonesia SCM Summit 2015 di Jakarta Convention Center, Rabu (15/4/2015). Di sana ia bersama dua rekan sejawatnya yang lain yang juga sedang sibuk melayani pertanyaan peserta event yang diselenggarakan oleh SKK Migas, Petronas dan British Petroleum tersebut.

Nilai tiga itu bagi saya sadis. Tapi sekitar 15 menit berbincang dengan wanita berusia awal 20-an itu, saya bisa merasakan kegundahannya. Ia mengaku selama ini PEUI hidup dari kerjasama dengan pihak swasta, bukan pemerintah. Riset-riset energi yang mereka lakukan adalah ketika perusahaan migas datang meminta mereka melakukan penelitian. Sebagai peneliti, ini kerja yang ditunggu-tunggu. Tapi datangnya bukan dari pemerintah.

"Kita tahun ini tidak ada kerjasama dengan pemerintah. Kerjasama kita dengan Pertamina atau Perusahaan Gas Negara. Support mereka sangat bagus. Mereka minta kita lakukan kajian, dan hasil kajian itu mereka terapkan jadi policy di internal perusahaan mereka," ujar Ajeng.

Saya pribadi selalu menganggap SDM yang dihasilkan fakultas teknik UI, khususnya migas, adalah SDM unggul. Maka saya bertanya apa hasil riset terapan PEUI yang monumental atau fenomenal di bidang hulu migas. Terus terang, saya berharap Ajeng menjawab PEUI sudah mematenkan alat bor terbaru paling canggih, misalnya.

Tapi Ajeng menjawab, "Yang menurut kami paling besar adalah hasil penelitian kami soal dampak tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di hulu migas terhadap lingkungan, industri, ekonomi dan sosial."

Baiklah, mungkin saya berharap terlalu banyak atau harapan seperti itu salah alamat. Tapi dengan hati-hati saya bertanya, "Kalau teknologi terapannya bagaimana?"

Wanita berjilbab itu mengatakan, "Kalau menciptakan teknologi terapan belum, sih. Sejauh ini baru sebatas perusahaan datang ke kami membawa alat dan minta kami melakukan kajian terhadap alat tersebut. Itu saja paling..."

Ajeng menegaskan bahwa PEUI punya SDM yang andal di ilmu terapan teknologi migas. Tapi sejauh ini user-nya masih sepi. Perusahaan migas luar negeri cenderung memilih lembaga riset dari luar negeri yang lebih berpengalaman dan memiliki perangkat lebih lengkap. Sementara, dukungan dari pemerintah juga sunyi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline