Lihat ke Halaman Asli

Jangan Terlalu Percaya Bakat!

Diperbarui: 10 Agustus 2018   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: www.educenter.id

Sedari kecil aku pengin sekali pinter melukis. Rajin beli buku lukis dan berbagai alat untuk melukis. Hasilnya...ternyata jauh dari bagus (mungkin itu yang akan dibilang oleh Pak Tino Sidin). 

Kalau kalian masa kanak-kanaknya tahun 1980-an pasti kenal Pak Tino Sidin yang membawakan acara belajar menggambar sore hari di stasiun televisi satu-satunya di zaman orde baru yaitu, TVRI. Pelukis kawakan ini punya ciri khas tampilan yakni selalu memakai topi flat cap dan kaca mata berbingkai tebal berwarna hitam.

Sketsa yg terus tumbuh krn sering diasah. Dokpri

Dengan tarikan spidol hitamnya ke atas, ke bawah, kanan dan kiri, diiringi tutur kata yg lembut dan perlahan secara tak sadar sudah terbentuk sketsa gambar sederhana namun indah. 

Aku selalu takjub melihat hasil lukisan Pak Tino Sidin. Dengan teknik lukis dasar, tapi hasilnya di luar imajinasi masa kanakku. Aku coba ulang teknik menarik garis yang baru diajarkannya...sret.. sret... dan hasilnya...kok jelek ya.

Hmm...mungkin aku keliru menirunya atau salah memahami teknik goretan garis tersebut.

Sambil terus menonton acara Pak Tino Sidin di TV hitam putih yang terkadang banyak semut lalu lalang di layar kaca, tanganku memegang spidol hitam sedangkan mataku tak berkedip melotot ke arah tabung cembung itu. Dan hasilnya...masih tetap belum bisa memuaskan selera penikmat lukisan bahkan adik kelasku yg masih ingusan sekalipun. Kecewa? Tentu saja...!

Menjelang akhir acara, Pak Tino Sidin menunjukkan lukisan kiriman anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia. Dan selalu, komentar beliau seperti ini, "Anak-anak sekalian. Ini adalah lukisan temanmu yang bernama X, berasal dari kota Y, duduk di kelas Z. Lukisannya mengenai "bla..bla..bla...BAGUSSS."

Aku sengaja menulis kata "BAGUSSS" dengan huruf kapital karena seringnya kata itu meluncur dari mulut beliau di akhir kalimat sebagai penilaian atas suatu lukisan yang dikirim. 

Akhirnya kata "BAGUSSS" menjelma menjadi trademark-nya Pak Tino Sidin. Orang-orang pada zaman itu kalau memamerkan suatu karya (apapun itu) selalu mengucapkan kata akhir "BAGUSSS" sebagai penutup kata dan hadirin pun ikut tertawa.

Aku pelototi lukisan kiriman anak-anak sebayaku tersebut satu per satu. Dan memang lukisannya bagus, paling tidak lebih bagus dari lukisanku. Pengin banget rasanya kalau lukisanku dikirim ke TVRI dan Pak Tino Sidin bilang "BAGUSSS."

Tiap kali kata "BAGUSSS" terdengar, daun telingaku terasa mulai panas, semakin panas, tambah panas dan memerah bara.

"Ini lagi kiriman dari temanmu...BAGUSSS," suara itu semakin memprovokasiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline