Tangan saya begitu gatal ingin ikut menuliskan uneg-uneg terhadap kasus yang melanda Freeport. Bagaimana tidak, saya berada di daerah di mana Freeport menancapkan lini bisnisnya. Sebagai salah satu warga yang peduli dengan nasib daerahnya, maka saya tergerak ingin mengutarakan apa yang saya lihat, apa yang saya dengar, apa yang saya rasakan semenjak kasus Freeport bergulir.
Di luar sana, ada banyak pendapat anak-anak muda utamanya rekan-rekan mahasiswa yang cenderung menganggapi bahwa Freeport itu adalah perusahaan yang bandel, penipu, dan serakah. Pendapat itu sah-sah saja kok, toh saya juga pernah berpendapat demikan. Sebagai salah satu pejuang perubahan, wajar saja kalau kita, anak-anak muda, berpandangan bahwa semua aset negara tak boleh didominasi dikelola pihak asing karena hal ini sudah menyinggung kedaulatan Indonesia.
Ada pendapat yang berseliweran yang menginginkan agar pemerintah mengambil alih Freeport sesegera mungkin demi kepentingan kesejahteraan bangsa. Namun, ternyata saat saya ada di daerah ini dan belajar sedikit demi sedikit tentang pertambangan Freeport ini, pemikiran saya terbuka. Pengetahuan ini tentunya didukung oleh kajian dan sumber data yang valid baik melalui studi literatur dan dari celotehan langsung karyawan Freeport sehingga dari hal ini, saya menarik kesimpulan bahwa pemikiran saya selama ini tak sesederhana membalik telapak tangan.
Apa Sih yang Terjadi di Freeport?
Dok:Sindonews.com
Nah, sejak awal Februari 2017, PT Freeport menghentikan seluruh aktivitas produki tambangnya baik tambang terbuka Grasberg, tambang bawah tanah, pabrik pengolahan di MIL 74 hingga aktivitas pengapalan konsentrat di Pelabuhan Porsite Amamapare. Karena hal ini, PT Freeport dilanda krisis finansial. Salah satu jalan yang ditempuh untuk mengurangi beban pengeluaran adalah dengan efisiensi karyawan berupa pengurangan karyawan baik yang berada di bawah naungan Freeport, kontraktor dan privatisasinya. Ada yang berstatus dirumahkan dan ada juga yang PHK. Hal inilah yang kemudian menjadikan Freeport menjadi salah satu bahan perbincangan nasional dan menjadi Top Trend nomor satu di Papua.
Di Papua sendiri, utamanya di Kabupaten Mimika, kasus Freeport menjadi pembahasan di media cetak dan media massa regional. Tak hanya itu, pembahasan Freeport juga menjadi bahan pembicaraan di semua kalangan mulai dari Anak Baru Gede (ABG), pedagang kelontong hingga di pangkalan ojek. Bagaimana tidak, imbas masalah ini akan melanda semua orang termasuk saya sendiri.
Gejolak yang Muncul dari Kasus Freeport
Dok: maduasli-hd.blogspot.co.id
- Pemangkasan Anggaran Belanja Daerah 2017
Dok:Soksinews.com
80 persen Pendapatan Asli Daerah abupaten Mimika yang bersumber dari Freeport terancam anjlok di tahun 2017. PAD Mimika setiap tahunnya sebesar 370 milliar dan dari Freeport sekitar 85 % atau sekitar 200 miliar. Nah, akibat ketidakpastian gejolak ini menyebabkan tim anggaran pemerintah daerah memangkas sejumlah program SKPD yang berdampak pada nilai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBD) yang bernilai 2,9 triliun. Alhasil beberapa proyek utamanya pembangunan infrastruktur terpaksa ditunda bahkan terancam dicoret padahal kabupaten ini lagi berbenah menuju daerah yang maju. - Ramainya Penjualan Rumah dan Perabot Rumah Tangga dari Karyawan Freeport di Media Sosial
Dok:Republika.com
Jika rekan-rekan sekalian sesekali menegok ke grup facebook jual beli online di Mimika, jumlah penjualan rumah dan perabot rumah tangga mendominasi di daftar jual padahal biasanya yang paling rame itu penjualan handphone atau laptop bekas. Selidik punya selidik, para penjual online tersebut adalah karyawan-karyawan Freeport atau keluarganya yang mendapat PHK atau yang dirumahkan. Ada banyak hal yang melatarbelakangi sehingga mereka melakukan hal tersebut entah untuk dijadikan modal bisnis dan ada pula yang dijadikan modal merantau ke daerah lain yang dipandang lebih menjanjikan. - Dana CSR Freeport di Bidang Kesehatan Terancam Berkurang
Dok:PTFI.Co.Id
Salah satu bentuk CSR Freeport bagi masyakat utamanya kepada masyarakat Papua yang termasuk dalam tujuh suku adalah dengan memberikan fasilitas gratis untuk berobat di rumah sakit Mitra Masyarakat yang sering disebut Rumah Sakit Caritas. Mulai dari kakek, nenek, ayah,ibu, anak, cucu,cicit hingga turunanan-turunannya mendapatkan fasilitas gratis tersebut. Entah itu penyakit remeh-remeh seperti pusing dan meriang hingga penyakit yang tergolong berat seperti jantung dan ginjal. Perawatan mereka tak tanggung-tanggung loh, mau rontgen kek, cuci darah, semua ditangani.