Lihat ke Halaman Asli

Kita Harus Belajar Antisipatif dari Brebes Exit

Diperbarui: 9 Juli 2016   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita dalam pengertian Bangsa Indonesia. Kita kurang antisipatif dalam musim mudik 2016 hingga timbul masalah Brexit, Brebes Exit. Kita itu ya Masyarakatnya, ya Pemerintahnya.

Banyak orang mengatakan lama waktu di perjalanan mudik yang melintasi tol Cipali sampai Brebes mencapai rekor terbaru. Macet total yang terpusat di Brexit telah menghabiskan milyaran Rupiah dalam wujud bensin yang terbakar habis, belanja bensin botolan, makanan yang harus dibeli, dan lain-lainnya.

Macet total itu pun dituduh oleh sebagian orang sebagai biang keladi tewasnya 12 pemudik (dalam berita online Dailymail Inggris disebut 15).

Masyarakat pun menjadi geram. Geram karena macet yang sedemikian parahnya terjadi—lama dan memakan korban. Kritik dan cacian warga masyarakat pun bermunculan di media sosial. Tokoh politik yang berseberangan dengan Pemerintah pun mengeluarkan kritik. Contohnya adalah Hidayat Nur Wahid yang mengatakan “... kemacetan yang menyebabkan tragedi di Tol Brebes Timur Exit (Brexit) harus dipikirkan jalan keluarnya oleh pemerintah. Jangan sampai, ia mengatakan, pemerintah hanya sekadar meresmikan pembangunan jalan tol saja.”

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mendesak pemerintah mengusut tuntas kejadian 18 orang pemudik yang meninggal dunia saat mengalami kemacetan di jalan tol di Brebes Timur. Indonesia Police Watch (IPW) menilai Polri seharusnya minta maaf kepada publik, khususnya kepada keluarga korban yang meninggal di 'jalur neraka' mudik Lebaran 2016.

Pemerintah tentu saja tak mau disalahkan. Pembelaan diri pun muncul.

Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono menegaskan tidak ada pemudik yang meninggal karena terjebak kemacetan parah di Exit Tol Brebes (Brexit) saat arus mudik Lebaran. "Harus ada rekam medisnya, pemeriksaan tubuh luar maupun dalam," tegasnya, Kamis (7/7). Menurutnya, kematian belasan pemudik yang diduga akibat kemacetan saat arus mudik di wilayah Brebes harus dibuktikan secara medis. Ia mempertanyakan apakah pemeriksaan terhadap kondisi para pemudik meninggal tersebut sudah dilakukan oleh dokter.

Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan mengatakan tahun ini memang pertama kalinya ruas tol Cipali yang tembus sampai Brebes Timur dimanfaatkan oleh pemudik. Artinya, pertama kali pula masyarakat memakai jalan tol sepanjang 300 km untuk mudik. "Kalau bawa mobil tujuan Semarang lewat jalan biasa pompa bensin banyak. Ya kalau tahu lewat jalan tol ya tangki bensin diisi penuh. Masa bawa mobil macet 12 jam bensin habis? Kalau itu tangki penuh pasti macet 12 jam masih ada bensinnya. Ini memang perlu ada edukasi juga," ujarnya, Rabu (6/7). Poin lain yang disoroti Jonan adalah kondisi pintu keluar tol Brebes Timur yang berupa jalan kecil atau minor. Menurutnya, pintu keluar tol harus berupa jalan besar atau mayor sehingga bisa menampung lebih banyak kendaraan yang keluar.

Dari kacamata manajemen, khususnya berkaitan dengan mobilitas manusia dan barang, sebenarnya masalah Brexit dapat diantisipasi.

Kementerian Perhubungan tentu memiliki orang-orang yang mengerti secara teknis masalah transportasi dan penanganan masalahnya. Kemenhub tentu memiliki orang-orang yang kompeten di bidang lalu-lintas manusia dan barang. Dalam hal ini, menjadi tandatanya, khususnya bagi saya, mengapa orang-orang ini tak muncul menjadi ‘perwira’ atau ‘pasukan’ di lapangan.

Mungkin karena budaya di Kementerian umumya yang masih berbudaya sungkan dan pakewuh, sehingga orang-orang itu merasa tidak pantas menawarkan diri untuk maju menjadi pasukan apalagi perwira, dalam pengaturan perjalanan mudik nan sulit ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline