Lihat ke Halaman Asli

Hendriko Handana

Orang biasa, menulis suka-suka

Asrama Tua Menuju Istana Merdeka (9): Dua Bola Mataku

Diperbarui: 23 Agustus 2019   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana kelas pada malam hari. Dari materi karakter sampai seni.

Bagian 9: Dua Bola Mataku

Oleh: Hendriko Handana

"Yoan...", aku berbisik memanggil Yoan, seorang capaska putri asal Tarakan yang duduk di sebelah kananku. "Kamu bisa bantu aku, bacain tulisan di papan tulis itu? Aku nggak bisa lihat, burem."

"Aku juga ndak bisa lihat, Ko. Aku ndak bisa lihat kalau ndak pakai kacamata" sahut Yoan berbisik pelan sambil tangannya setengah menutup mulut. Berusaha merahasiakan pembicaraan.

"Oya? Benarkah?" selidikku.

Aku surprise. Ternyata ada rekan lain berkacamata selainku.

"Iya, waktu seleksi aku lepas kacamata. Syukurnya nggak ketahuan," jawab Yoan sambil membenarkan poni rambut pirang legendarisnya itu.

"Aku juga pakai kacamata. Minus satu seperempat," lanjutku. "Bahkan lolos Paskibraka terasa begitu beruntung. Aku nggak nyangka, dengan mata minus aku bisa lolos sampai tahap ini."

Itu pembicaraan kami saat mengikuti sesi kelas malam di ruang kelas, tidak jauh dari Asrama. Kelas yang kerap bikin mata menjadi berat. Ngantuk. Akibat, ditiup dinginnya AC setelah kegiatan fisik seharian.

~~~

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline