Lihat ke Halaman Asli

Hendra Kumpul

Ro'eng Koe

Perlukah Juchenya Korut Berkaca pada Glasnot Uni Soviet? Apa Hikmahnya bagi Indonesia di Masa Pandemi Covid-19?

Diperbarui: 3 Mei 2020   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kim Jong Un bersama saudarinya Kim Yu Jong. Sumber: Kompas.com

Ada-ada saja berita aneh yang datang dari Korea Utara (Korut). Terakhir, masyarakat dunia geger terkait pemberitaan pemimpinnya, Kim Jong Un, meninggal dunia. Ramai-ramai pula orang membicarakan soal penggantinya.

Nama Kim Yo Jung, saudari perempuannya, langsung naik daun. Ia dinilai sebagai sosok yang pantas mengganti Kim Jong Un. Wanita cantik ini pun sekejap mentereng di pemberitaan media-media internasional. Secercah harapan terbersit, ia mampu merubah Korut yang keras dengan sisi lembut kewanitaannya. Apalagi track recordnya di dunia akademik dan partai buruh Korut dinilai baik.

Namun, semua orang sontak kaget tatkala muncul pemberitaan bahwa Kim Jong Un masih hidup. Ia datang meresmikan sebuah pabrik pupuk. Sambil mengisap rokok, ia tersenyum manis. Seolah-olah tak ada kegemparan di seantero dunia soal berita kematiannya.

Rupa-rupanya atensi kita terhadap Korut sangat tinggi. Sehingga apa pun berita tentangnya, kita langsung melahapnya tanpa memilahnya terlebih dahulu. Pernah disinyalir Korut memiliki senjata nuklir yang bisa melumpuhkan dunia dalam sekejap. Terkait ini, benar atau tidaknya tergantung realitas riilnya di Korut sana. Pemberitaan media hanya raba-rabaan dalam gelap.

Tak dapat dimungkiri bahwa hal ini terjadi karena Korut memiliki sistem pemerintahan yang totaliter dan militeristik. Sistem pemerintahnya ialah komunis yang sentralistis dengan satu pemimpin tertinggi tanpa pemilihan demokratis.

Singkatnya, seluruh falsafah hidup Korut baik dalam pemerintahan maupun ekonomi didasari oleh ideologi juche. Juche merupakan ideologi yang digagas oleh mantan pemimpin tertinggi Kim II Sung pada 1972. Ideologi Juche memiliki filososfi percaya dan bergantung pada kekuatan sendiri tanpa campur tangan pihak luar (negara-negara lain).

Juche kemudian mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Korut bersama sistem pemerintahannya hingga kini. Korut menutup pintu bagi negara-negara lain. Semua kebutuhan ekonomis masyarakat tidak boleh didatangkan dari luar negri. Apa pun caranya, kebutuhan ekonomis mesti dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada negara lain. Karena itu, frasa ekspor-impor tak pernah terjadi pada Korut.

Hal ini menimbulkan ekses negatif bagi masyarakat Korut. Sering diberitakan bahwa kemiskinan merajela di mana-mana di seluruh pelosok Korut. Adanya kekurangan pangan yang berkepanjangan. Kematian atau kesengsaraan karena kelaparan bertebaran dimana-mana.

Sementara itu pemimpinnya, Kim Jong Un, dipuja-puja bak dewa. Sikap kritis pada pemerintah berarti siap menerima ajal. Sebab, peluru menjadi sanksi yang lumrah. Entah bagi pelanggar hukum, maupun bagi para agitator yang kritis pada pemerintah.

Oleh karena itu, kita bertanya perlukah (bisakah) Korut berkaca pada glasnotnya Uni Soviet? Jika bisa, kita aminkan. Sebab, Uni Soviet berubah total dari negara persekutuan yang diktatoris dan kesemerawutan ekonomi karena glasnot.

 Glasnot merupakan sebuah ide yang dicetuskan oleh Mickhael Gorbacev, presiden Uni Soviet pada tahun 1985-1991, dengan filosofi keterbukaan pada dunia (negara-negara) luar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline