Lihat ke Halaman Asli

hendra setiawan

TERVERIFIKASI

Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Melawan Kelompok "Pokok-nya"

Diperbarui: 28 Maret 2021   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pixabay.com

Kisah ini sudah uzur sebenarnya. Tetapi tak apalah, yang penting saripatinya.

Dalam perjalanan darat dengan kereta api yang butuh waktu sekitar 3 jam, diam saja di tempat duduk, rasanya membosankan. Apalagi, peristiwa ini terjadi ketika Ignasius Jonan belum menjadi Dirut KA. 

Bisa dibayangkan bagaimana kondisi perkeretapian kala itu. Apalagi yang kelas ekonomi lokal jarak pendek menengah antar kota. Sesak dan pengap atau panas hawanya. Mau main-main dengan alat komunikasi di tangan? Kuat berapa lama?  Kalau baterainya habis? Itu lebih membahayakan...

Sekarang, colokan listrik di KA sudah tersedia. Tak bingung kalau baterei HP habis. Tinggal tancapkan saja pengisi dayanya. Main online sendiri, tak jadi soal besar. Buat menghabiskan waktu dalam perjalanan.

Kondisi demikian dipilih kalau tak ada yang bisa diajak ngobrol bebas dan santai buat teman perjalanan. Serasa lebih menyenangkan beralih dengan alat komunikasi masing-masing.

Relasi Dominasi

Suatu waktu, teman seperjalanan yang didapat adalah seorang bapak (usianya kira-kira 60 tahunan). Entah bagaimana ceritanya -–kalau tidak salah ini waktunya menjelang bulan puasa-- dalam sebuah dialog antarsesama penumpang KA itu kemudian menjurus pada masalah keyakinan. Bapak ini banyak bercerita, saya lebih banyak sebagai pendengar.

Ia bercerita bagaimana mengenai keyakinan imannya. Menurut keyakinan yang ia anut, ia menceritakan A, B, C, dan seterusnya. Hal-hal yang menurutnya benar. Dengan segala definisi dan argumen yang dilontarkan. Ada beberapa hal yang juga sempat menyerempet pada keyakinan yang saya imani.

Hingga pada akhirnya, gantian saya mendapatkan kesempatan ngomong. Saya bilang, “Oh ya, tapi dalam agama “X” pengertiannya bukan seperti itu, ada yang berbeda. Tidak seperti yang dipahami seperti penjelasan tadi.

Saya katakan, memang benar menurut pemahaman agama tadi, logika berpikirnya seperti itu. Namun, pada tataran yang sama, konsep yang dianut itu berbeda banyak dengan agama yang dimaksudnya.”

Kata-katanya sih bukan seperti pembahasaan formal seperti itu, tapi intinya demikianlah.  Artinya, saya berusaha untuk memberikan penjelasan yang sebisa mungkin dapat berimbang. Supaya ada pemahaman yang lebih luas dan terbuka. Bahwa memang benar, menurut keyakinan (agama) tertentu ada pengertian tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline