Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melawan Kelompok "Pokok-nya"

28 Maret 2021   20:00 Diperbarui: 28 Maret 2021   20:15 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Tetapi dalam keyakinan yang lain, pola pikir dan pemahaman tadi tidaklah selalu linear, berjalan sama 100%. Ada memang hal-hal yang selaras, yang bisa menjadi “titik temu”. Namun demikian, ada pula hal-hal yang berseberangan. Beda konsep dasarnya. Sehingga yang dijumpai adalah “titik beda”.

Saling Belajar Memahami

Dari pengalaman ini, pelajaran yang bisa didapat adalah ketika kita mencoba memaksakan konsep, pengertian, definisi, sesuai dengan iman atau keyakinan kita pada teman dialog, maka yang terjadi adalah kebuntuan. Sebab, tidaklah mungkin hal-hal seperti itu dicoba-paksakan pada pihak lain. 

Sama juga kan sebaliknya?! Tidak ada yang namanya dialog; “dia-loe-gue”. Adanya cuma gue (saya) semata-mata yang hadir sebagai subjek. Loe (elu, kamu), apalagi dia (liyan, yang lain), eksisnya cukup sebagai objek pelengkap dan objek penderita.

Maka, sejatinya yang dibutuhkan adalah keterbukaan dan penerimaan diri untuk bisa juga menghargai keyakinan liyan. Dengan begitu, kita bisa saling mendapatkan pengetahuan baru. “Oh, kalau menurut keyakinan saya begini, menurut keyakinannya adalah begitu. Ternyata yang dipahami mereka seperti itu, sedangkan kalau menurut  kami seperti ini.”

Enak bukan, kalau seperti ini? Dialog dan belajar memahami keyakinan orang lain, bukan didasari dengan prasangka dan justifikasi “sesat” terlebih dahulu. Kita bisa menambah wawasan kita, tapi juga sekaligus menguatkan dasar keimanan kita.

Bagi saya, mendapatkan informasi, pengetahuan kepercayaan liyan, tidak akan mengubah pada apa yang sudah saya imani.

Justru dengan begitu, saya merasa bersyukur bahwa Tuhan memang telah memilih saya untuk mengikuti jejak langkah yang telah Ia sediakan sebelumnya. Bahwa saya diberi karunia untuk mengikuti jejak-Nya, adalah sebuah pilihan hidup yang sudah tepat.

Pokok’e, Dudu Sakarepe Dewe (Pokoknya, Bukan Semaunya Sendiri)

Memang bukan hal mudah untuk meninggalkan “kesan pertama” dalam rangka mencari pembenaran diri sendiri dan segera menyalahkan orang lain yang berbeda keyakinan. Pengajaran iman sedari dini (masa kanak-kanak) sudah mengajarkan hal demikian. Bahwa (iman, keyakinan) kitalah yang “benar” dan di luar kita adalah “salah/sesat”.

Tidak sepenuhnya keliru hal seperti ini, karena pemahaman demikian memang dalam rangka memperkuat pondasi keimanan seseorang. Namun sifatnya itu tentunya hanya eksklusif. Berlaku di dalam ranah pengajaran yang terbatas dinding dan tembok. Di  luar itu, kita harus tetap menatap realita sesungguhnya. Bahwa kita tidak hidup sendiri. Ada yang lain. Kita perlu bersama dengan yang lain itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun