Lihat ke Halaman Asli

Hen AjoLeda

pengajar sekaligus buruh tani separuh hati

Angket, Angkot, dan Angkut: Usulan Penyelidikan Kecurangan Pemilu 2024

Diperbarui: 29 Februari 2024   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pemandangan Kompleks DPR/MPR/DPD, di Senayan, Jakarta. (Foto: KOMPAS.com/Nabilla Tashandra) 

Lantaran karena dugaan atas pelaksanaan Pilpres yang sarat dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), Capres nomor urut 3 Ganjar-Mahfud mendorong partai pengusungnya (PDIP dan PPP) untuk menggulirkan hak angket dugaan kecurangan Pilpres 2024 di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Menurut mereka dengan hak angket, DPR dapat menyelidiki lebih lanjut dan meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawaas Pemilu (Bawaslu) terkait dengan penyelenggaraan Pilpres 2024 ($ kompas.id, 19 Februari 2024$ ). 

Wacana hak angket ini kemudian menjadi trending topik dan mengundang polemik, mulai dari politisi, pengamat politik maupun netizen di jagat maya. Setidaknya dapat dipetakan dua perspektif yakni, perspektif pendukung (pro) hak angket dan perspektif penolak (kontra) hak angket.

Sebagian pihak yang pro pada umumnya adalah anak buah Megawati, kalangan politisi PDIP, pengusung Ganjar-Mahfud. Mereka menuntut keadilan demokrasi melalui hak angket. 

Mereka menunding penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) telah diam dan mendiamkan praktik kecurangan pemilu, karenanya KPU dan Bawaslu harus bertanggung jawab atas kinerja mereka dalam menyelenggarakan dan mengawasi pemilu. 

Menurut mereka hak angket DPR dapat menjadi sarana untuk penyelidikan terhadap akuntabilitas lembaga-lembaga tersebut dan memastikan bahwa hasil pemilihan umum secara adil dan transparan, sehingga integritas demokrasi dapat ditegakkan.

Sedangkan kalangan yang kontra, yang pada umumnya adalah pembela pemerintah dan pendukung Capres nomor urut 2 Prabowo-Gibran, menyoroti bukti kecurangan pilpres. Mereka mempertanyakan soal bukti-bukti kecurangan yang terjadi (Kumparan.com, 21 Februari 2024). 

Mereka juga menyoroti mekanisme penyelesaian masalah pemilu yang seharusnya melalui Mahkamah Konstitusi (MK) bukan dengan menggunakan hak angket DPR (nasional.kompas.com, 22 Februari 2024). 

Meskipun Presiden Jokowidodo merespon wacana hak angket sebagai hak demokrasi, namun gestur penolakan hak angket dapat kita baca dari taktik politik akomodif ala Jokowi yang ingin menjadi jembatan untuk semuanya (Kompas.id, 20 Februari 2024).

Wacana hak angket juga disoroti oleh sebagian pengamat politik yang menyinggung soal syarat hak angket, bahwa usulan hak angket diterima jika mendapatkan persetujuan dalam rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline