Lihat ke Halaman Asli

Pena Pink

Anggi Erika

Komunikasi adalah Peluru Mahasiswa untuk Menjaga Kesatuan

Diperbarui: 27 September 2019   07:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada sebuah kejadian menarik pasca bom tiga gereja beruntun di Surabaya. Saat itu, sebelum saya ke Malang, saya tinggal dengan kakak saya dulu di Surabaya dan karena awalnya ingin berkuliah juga di sana. Di bulan puasa, suatu saat setelah salat Taraweh, saya keluar dari masjid dengan pakaian jilbab hitam panjang saya. 

Di pinggir jalan seseorang berteriak, entah siapa, begitu saya muncul: "teroris". Hal itu tidak membuat saya sakit hati sebenarnya, tetapi saya hanya menyayangkan bahwa ternyata begitulah kondisi masyarakat kita saat ini. Maksud saya, mereka terlalu cepat menilai dan menyamaratakan.

Lalu saya pulang, cerita pada kakak. Hal ini yang membuat saya percaya bahwa mahasiswa adalah otak dari masa depan bangsa ini, kakak saya bilang bahwa kita harus coba memahami bagaimana bentuk dan sikap masyarakat kita. Indonesia itu tidak terdiri dari orang-orang pintar saja. 

Tetapi terdiri dari berbagai level dan jenis orang. Jadi bukan hak kita untuk mengkafir-kafirkan orang. Kita hanya perlu tahu bahwa itu salah dan ini yang benar. Kakak saya mahasiswa Ilmu Komunikasi di salah satu kampus di Surabaya.

Oleh sebab itu saat masuk perguruan tinggi ini, menjadi mahasiswa, saya harus punya gagasan dan pemikiran demikian. Bahwa menjaga perilaku dan sikap apalagi dengan men-judge orang lain adalah senajata paling ampuh agar kita bisa saling menghormati sesama manusia. Apalagi sesama insan Allah.

Di Malang saya pilih jurusan Pendidikan Agama Islam. Tujuan saya satu, saya hanya ingin memahami Islam lebih dalam. Sehingga bisa menyelaraskan dan meluruskan pandangan-pandangan abu-abu orang-orang, tapi terutama diri saya pribadi terlebih dahulu.

Saya ingin bermanfaat untuk semua orang. Impian saya saat ini adalah saya harus punya pandangan yang baik terhadap seluruh insan. Saya ingin membuktikan bahwa Islam adalah agama yang bernafas kemanusiaan.

Selama beberapa hari di sini (Malang) saya merasa atmosfirnya sangat positif, di mana dipenuhi oleh mahasiswa yang saya yakin pasti memiliki kepala-kepala yang dingin. 

Saya melihat ada banyak orang yang berasal dari berbagai tempat. NTT, Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, dan masih banyak lagi mahasiswa yang berasal dari daerah lain. Menyatu di Malang sebagai sebuah kesatuan.

Maka saya ingin bilang bahwa peranan mahasiswa dalam mempersatukan negeri adalah dengan menumbuhkan kesaling pemahaman itu. Kita ini berbeda-benda. Jadi tidak perlu saling memaksa untuk menyamakan. Tuhan mencintai perbedaan.

Beberapa hal yang menurut saya harus dipegang dan bahkan perlu diajarkan pada masyarakat nantinya oleh mahasiswa sebagai tonggak pemersatu bangsa, yaitu:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline