Lihat ke Halaman Asli

Harmen Batubara

Penulis Buku

Para Korban KKB Papua, Sayangnya TNI Belum Punya Koopsus Separatisme

Diperbarui: 17 Agustus 2019   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: dokpri

Oleh Harmen Batubara

Berita tentang prajurit TNI kembali kita dengar dari Nduga. Dua prajurit TNI Angkatan Darat ditembak kelompok kriminal separatis bersenjata di Habema, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Jumat (16/8/2019) sore. Prajurit Satu Panji terluka akibat tembakan di lengan kiri dan Prajurit Satu Sirwandi tertembak di paha kiri tembus pinggang. 

Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, saat peristiwa itu, kedua korban bersama 10 personel lainnya dalam perjalanan dari Wamena, ibu kota Jayawijaya, ke Distrik Mbua di Kabupaten Nduga. 

Jalur itu melintasi Habema, wilayah pegunungan di Jayawijaya. Mereka diserang dalam perjalanan membawa logistik makanan bagi anggota yang bertugas di Mbua.

Yang menarik adalah adanya media internasional yang mengangkat berbagai kejadian ini, juga pada waktu yang bersamaan Angkatan Bersenjata Australia menggelar latihan bersama dengan Angkatan Bersenjata Papua Niugini (PNG DF) di kawasan Sungai Fly dekat Merauke, di daerah kantong dan jadi jalur pelarian para separatis dari Provinsi Papua ke wilayah Papua Niugini. 

Kelompok kriminal separatis bersenjata ini telah melakukan 38 kasus penembakan sejak tahun 2018 hingga Agustus 2019. Terdapat  23 warga sipil dan 15 aparat keamanan dari pihak TNI dan Polri meninggal. Korban luka dari warga sipil 7 orang dan aparat keamanan 16 orang.

Setiap kali kita membicara perbatasan, khususnya di Papua maka pikiran kita akan selalu teringat OPM? OPM dalam terminologi hukum RI adalah separatism dan wajib hukumnya untuk di punahkan. Tapi ternyata itu tidak mudah. 

Dalam hal Saparatisme Kiky Syahnakri mantan Wakasad, mengatakan sesuai pengalaman sendiri dan beberapa negara lain menunjukkan bahwa gerakan separatis tidak pernah berdiri sendiri; selalu ada link antara kaum separatis dan gerakan klandestin lokal, nasional, ataupun internasional. 

Benar bahwa keadilan politik dan ekonomi yang dirasakan daerah, terutama sebagai warisan sistem yang berlaku pada masa lalu, adalah (salah satu) penyebab separatisme. 

Namun, kasus Ambon, Aceh, dan Papua tidak hanya karena ketidakpuasan semata, di sana terdapat pula masalah lain yang lebih fundamental, yaitu masalah ideologi dan kepentingan asing.

Pada prinsipnya, separatisme harus ditumpas sampai ke akarnya dalam arti sampai hilangnya niat/hasrat untuk merdeka. Dalam konteks ini penekanannya lebih pada aspek psikologis sebagaimana filosofi perang gerilya "memperebutkan hati dan pikiran rakyat". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline