Lihat ke Halaman Asli

Hanifah Eka Nurcahyani

Journalism Blogger

Opini: Jalan Keluar atau Jebakan?

Diperbarui: 22 Juni 2021   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media massa memiliki posisi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Media massa berperan sebagai komunikator dalam komunikasi massa. Pada masa sekarang, media dapat dijangkau oleh masyarakat secara luas. Media massa dapat menciptakan perubahan atau sangat berpengaruh melalui pesan-pesan berupa informasi, pendidikan maupun hiburan. 

Oleh karena itu, media massa memiliki dampak positif dan negatif pada media sosial. Meskipun berperan penting, masyarakat juga harus mengerti aturan dan hukum-hukum dalam media. Media menjadi perantara atau penghubung masyarakat dalam berkomunikasi. Jenis-jenis media massa terdapat media elektronik, media cetak dan media online. Media elektronik seperti televisi dan radio, media cetak seperti buku, majalah, koran, dan lain-lain, media online seperti artikel, website, media sosial dan lain-lain. 

Media sosial menjadi media yang paling aktif dan berpengaruh terhadap aktifitas masyarakat serta sangat mudah menarik perhatian masyarakat. Media sosial juga dapat dengan mudah digunakan masyarakat untuk berkomunikasi, sharing atau berbagi informasi, saling mengapresiasi, mencari relasi atau jaringan, dan lainnya. Masyarakat dapat dengan mudah dan bebas berkomentar, menyalurkan pendapat atau opini dan berbagi informasi. Sayangnya, media sosial tidak dapat mengawasi interaksi dalam berbagai macam media sosial yang berbeda dengan media massa yang memiliki pengawas seperti Kemenkominfo sebagai pengatur alokasi frekuensi dan komisi penyiaran Indonesia (KPI) dengan Undang-Undang yang tentunya tercantum dalam buku Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran untuk memantau hal-hal di bidang penyiaran. 

Salah satu kasus dalam bermedia massa sempat terjadi kepada Dandhy Dwi Laksono, pendiri WatchdoC yang juga menjadi sutradara film dokumenter Sexy Killers di bulan September 2019 lalu. Ia menjadi tersangka akibat menulis opininya terhadap kerusuhan yang terjadi di Jayapura dan Wamena, Papua. Sebelumnya, Dandhy terkenal aktif di twitter dalam menyuarakan opini dan pemikiran kritisnya. Kuasa hukum Dandhy, Alghiffary Aqsa, menyatakan opini Dandhy yang dimasalahkan ada 2 perkara, yaitu : 

1.Tweet tentang Jayapura. 

Mahasiswa Papua yang eksodus dari kampus-kampus di Indonesia, buka posko di Uncen. Aparat angkut mereka dari kampus ke Expo Waena. Rusuh. Ada yang tewas. 

2.Tweet tentang Wamena 

Siswa SMA protes sikap rasis guru. Dihadapi aparat. Kota rusuh. Banyak yang luka tembak. 

Penndiri rumah produksi Watchdoc itu juga mengunggah tiga kalimat terkait Papua dalam tweetnya itu lewat akun @Dandhy_Laksono. 

"1. Mengangkat jenderal Orba. Lima tahun berkuasa tak satupun kasus HAM diselesaikan. 2. Merespon Papua dengan mengirim pasukan dan menangkapi aktivis dengan pasal makar. 3. Membatasi internet, aparatnya razia buku, ikut nyebar hoaks, dan sarat kekerasan," cuit Dandhy di akun twitternya.

 Atas kasus tersebut, Dandhy ditangkap di rumahnya setelah mengunggah dua foto dan beberapa artikel di media sosial. Dandhy diamankan oleh pihak berwajib pada hari Kamis (26/9/19) pukul 23.00 WIB. Namun, Dandhy diperbolehkan pulang meski masih berstatus tersangka. Ia diduga melanggar Pasal 28 ayat (2), jo Pasal 45 A ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 dan Pasal 15 No.1 tahun 1946 tentang hukum pidana. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline