Lihat ke Halaman Asli

Hanifah Wulandari

Hanifah Wulandari

Paradigma Integrasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar

Diperbarui: 2 Desember 2020   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Esay ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling SD. Kelas 3 PGSD A3
Dosen Pengampu Naili Rofiqoh, S.Psi., M.Si.
Oleh: Hanifah Wulandari (191330000545)
POGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA' JEPARA
PARADIGMA INTEGRASI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR

PENDAHULUAN
Isu

Pendidikan nasional saat ini memasuki fase jenuh terhadap segudang permasalahan yang belum terpecahkan. Pendidikan terus menjadi kambing hitam yang akan selalu disalahkan dan digugat ketika muncul permasalahan sosial kemasyarakatan yang semakin tidak kondusif, kondisi ekonomi bangsa yang relatif memprihatinkan, bahkan krisis multidimensi yang mengarah pada dekadensi moral, kepribadian, apalagi prestasi. Dampaknya banyak orang yang menyalahkan bahkan menuju kegagalan. Dunia pendidikan untuk memperbaiki kondisi bangsa. Pendidikan selama ini belum berhasil secara utuh melakukan transfer pengetahuan, pengalaman, kecakapan, dan keterampilan.

Setiap insan pendidikan tidak hanya cukup cerdas secara kognitif saja, akan tetapi seimbang dan komprehensif dalam tiga aspek utama pendidikan yaitu kognitif, afektif dan juga psikomotorik. Afektif mencakup perasaan dan emosi, ranah kognitif mencakup pengetahuan, fakta, kepercayaan, dan pendapat serta ranah tindakan atau psikomotorik berupa kemampuan fisik untuk merespons suatu objek. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peserta didik memang tidak cukup hanya memiliki sisi kognitif, akan tetapi butuh aspek afektif dan psikomotorik yang menjadi penyeimbang dan menyempurna pengetahuan yang dimiliki. Ini menunjukkan bahwa prinsip keseimbangan dalam pendidikan sangat penting diperhatikan.

Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) memiliki kedudukan yang sangat penting dalam memastikan perkembangan biologis, kepribadian, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik berjalan sesuai dengan tahap perkembangannya sehingga mereka siap menjadi calon anggota masyarakat yang akan mengisi dan melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa serta mampu menghadapi permasalahan yang lebih rumit pada jenjang pendidikan selanjutnya. Dalam hal ini, penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mencapai perkembangan yang optimal, baik dari sisi akademik maupun kepribadian.

PEMBAHASAN

Layanan Bimbingan Konseling bagi Siswa Sekolah Dasar
Layanan bimbingan dan konseling di SD merupakan layanan spesifik yang diberikan kepada siswa agar ia memperoleh kesempatan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi dan minatnya, mampu mengenali dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu mengarahkan diri dan pada akhirnya mampu memecahkan masalah yang kemungkinan dihadapi dalam hidupnya. Layanan bimbingan dan konseling memfasilitasi siswa dengan menyampaikan informasi yang diperlukan, memberikan pengarahan, memberikan motivasi, membantu mengenali diri melalui layanan tes, menunjukkan resiko-resiko atas pilihan yang ada, memberikan nasihat jika diperlukan. 

Anak usia SD berada dalam periode perkembangan kanak-kanak akhir. Dalam periode ini ada tugas perkembangan yang harus dilakukan atau dilaksanakan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Tugas perkembangan itu ialah: (1) belajar tentang keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan yang ringan-ringan atau mudah, (2) membentuk sikap-sikap sehat terhadap dirinya demi kepentingan organismenya yang sedang tumbuh, (3) belajar untuk bergaul dan bermain bersama dengan teman seusianya, (4) belajar menyesuaikan diri dengan keadaan dirinya sebagai wanita atau pria, (5) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung, (6) mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, (7) mengembangkan kata hati, moral dan ukuran nilai-nilai, (8) mengembangkan sikap-sikap dalam memandang kelompok-kelompok sosial dan lembaga masyarakat.

The American Counseling Association (2010) mendefinisikan konseling sebagai hubungan profesional yang memberdayakan individu, keluarga, dan kelompok yang beragam untuk mencapai tujuan kesehatan mental, kebugaran, pendidikan, dan karier. Untuk mencapai tujuan dari setiap praktik konseling, kompetensi konselor memegang peranan penting. Ide kompetensi melibatkan pemahaman dan praktik efektif dari pengetahuan teoritis yang juga mencakup paradigma dalam konseling. Oleh karena itu, posisi paradigmatik konselor memandu praktik mereka dan meningkatkan kompetensi mereka dalam menetapkan landasan yang mendasari seluruh proses konseling. Dalam pengertian ini, paradigma berfungsi sebagai peta jalan untuk bertindak. Keputusan dan pilihan konselor mengenai intervensi, reaksi, dan analisis mengalir secara logis dari model teoritis dan paradigmatik tentang seperti apa orang itu, apa yang baik untuk mereka, dan kondisi apa yang mungkin memengaruhi mereka dalam arah yang ditentukan sendiri dan diinginkan (Kottler & Sheppard, 2008). Paradigma dalam konseling memungkinkan konselor untuk menangani masalah klien mereka secara holistik dan non-reduksionis.

Di banyak negara, termasuk Turki, model perkembangan komprehensif telah diadopsi sebagai dasar untuk program konseling sekolah umum (Dollarhide & Saginak, 2012; Stockton & Gneri, 2011). Untuk mendukung model ini dan membangun program konseling yang komprehensif, berbagai teori perkembangan manusia telah diterapkan (Paisley & McMahon, 2001). Sebagai hasil dari transisi menuju model perkembangan yang komprehensif, layanan menjadi lebih fokus pada perkembangan dan pencegahan, mendukung semua individu untuk mengaktualisasikan diri dan mencapai penguasaan tugas-tugas perkembangan yang sesuai (Green & Keys, 2001). Selain itu, menjelang abad ke-21, program konseling perkembangan yang komprehensif mulai dikonseptualisasikan seputar prinsip multikulturalisme dan perkembangan positif untuk semua anak. Dalam praktiknya, ini berarti bahwa sekolah dan konselor perlu menerapkan pendekatan interseksional, menantang kekuatan kelembagaan yang menindas, dan memenuhi kebutuhan populasi siswa yang beragam (Moradi & Grzanka, 2017).

Paradigma atau Pendekatan Program Bimbingan dan Konseling

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline