Lihat ke Halaman Asli

Hanafi alrayyan

Guru di sekolah

Membangun Komunikasi Empati Ketika Banjir

Diperbarui: 9 Januari 2020   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. kompas tv

Membuka awal tahun 2020, Indonesia mendapatkan kejutan berupa musibah banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Banten, Bandung, Bogor, Tangerang, Kalimantan Selatan, dan beberapa wilayah lainnya. Namun banjir di Jakarta menjadi sorotan yang sangat tajam di berbagai media.

Banjir di Jakarta bukan yang pertama terjadi, tapi banjir di kota ini sudah menjadi agenda tahunan yang datangnya bukan hanya pada masa Anies Baswedhan saja.

Namun karena persoalan politik yang masih belum selesai pasca Pilkada Anies Vs Ahok, perbincangan yang muncul adalah persoalan politik, bukan perbincangan empati. Berita dari media sosal dan masa berbaur tumpah ruah dengan rumor, gosip, curhatan, tentang persoalan politik.

Tulisan ini bukan membahas tentang bagaimana cara mengatasi banjir, akan tetapi memberikan catatan dari perspektif komunikasi cara kita menanggapi sebuah bencana.

Realitas bencana atau musibah selalu menyuguhkan dua fakta utama. Pertama, bagaimana kesiapan kita dalam prabencana. Kedua, bagaimana kesiapan kita sebagai bangsa dalam menangani pascabencana.

Dua fakta utama ini harusnya menjadi agenda penting yang harus direncanakan dan direalisasikan pemerintah. Misalnya, memberikan pengertian dan pelatihan kepada warga yang daerahnya menjadi langganan banjir untuk siap dan mengerti langkah apa saja yang harus dilakukan ketika dilanda banjir. Tindakan semacam ini diharapkan mampu mengatasi kepanikan warga yang berujung salah bertindak, dan mengurangi jumlah korban dunia.

Jika hal ini diabaikan oleh pemerintah yang bersangkutan, wajar saat banjir melanda semua sibuk menyalahkan, antarsesama pemerintah daerah dan warga, atau antarsesama pemerintah daerah dan pusat.

Kedua; kesiapan pascabencana. Air banjir yang kotor dapat membawa berbagai macam virus dan kuman yang berdampak kepada kesehatan warga. Penyakit-penyakit yang dibawa oleh air banjir tidak hanya mengintai saat banjir terjadi, tetapi juga setelah banjir. Bukan hanya persoalan kesehatan, persoalan tempat tinggal yang rusak akibat banjir juga menjadi hal yang harus diperhatikan.

Kedewasaan warga dalam membangun komunikasi empati menjadi bagian yang penting ditengah ancaman kesehatan dan kehilangan tempat tinggal. Menghindari penyebaran berita hoax soal bencana, dan mempolitisasi bencana adalah bentuk komunikasi empati yang nyata. Ini menjadi tugas kita bersama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline