Mohon tunggu...
Hanafi alrayyan
Hanafi alrayyan Mohon Tunggu... Penulis - Guru di sekolah

Sering menuturkan sisi-sisi kehidupan, kemudian mencoba mengambil pelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Komunikasi Empati Ketika Banjir

9 Januari 2020   07:21 Diperbarui: 9 Januari 2020   08:48 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membuka awal tahun 2020, Indonesia mendapatkan kejutan berupa musibah banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Banten, Bandung, Bogor, Tangerang, Kalimantan Selatan, dan beberapa wilayah lainnya. Namun banjir di Jakarta menjadi sorotan yang sangat tajam di berbagai media.

Banjir di Jakarta bukan yang pertama terjadi, tapi banjir di kota ini sudah menjadi agenda tahunan yang datangnya bukan hanya pada masa Anies Baswedhan saja.

Namun karena persoalan politik yang masih belum selesai pasca Pilkada Anies Vs Ahok, perbincangan yang muncul adalah persoalan politik, bukan perbincangan empati. Berita dari media sosal dan masa berbaur tumpah ruah dengan rumor, gosip, curhatan, tentang persoalan politik.

Tulisan ini bukan membahas tentang bagaimana cara mengatasi banjir, akan tetapi memberikan catatan dari perspektif komunikasi cara kita menanggapi sebuah bencana.

Realitas bencana atau musibah selalu menyuguhkan dua fakta utama. Pertama, bagaimana kesiapan kita dalam prabencana. Kedua, bagaimana kesiapan kita sebagai bangsa dalam menangani pascabencana.

Dua fakta utama ini harusnya menjadi agenda penting yang harus direncanakan dan direalisasikan pemerintah. Misalnya, memberikan pengertian dan pelatihan kepada warga yang daerahnya menjadi langganan banjir untuk siap dan mengerti langkah apa saja yang harus dilakukan ketika dilanda banjir. Tindakan semacam ini diharapkan mampu mengatasi kepanikan warga yang berujung salah bertindak, dan mengurangi jumlah korban dunia.

Jika hal ini diabaikan oleh pemerintah yang bersangkutan, wajar saat banjir melanda semua sibuk menyalahkan, antarsesama pemerintah daerah dan warga, atau antarsesama pemerintah daerah dan pusat.

Kedua; kesiapan pascabencana. Air banjir yang kotor dapat membawa berbagai macam virus dan kuman yang berdampak kepada kesehatan warga. Penyakit-penyakit yang dibawa oleh air banjir tidak hanya mengintai saat banjir terjadi, tetapi juga setelah banjir. Bukan hanya persoalan kesehatan, persoalan tempat tinggal yang rusak akibat banjir juga menjadi hal yang harus diperhatikan.

Kedewasaan warga dalam membangun komunikasi empati menjadi bagian yang penting ditengah ancaman kesehatan dan kehilangan tempat tinggal. Menghindari penyebaran berita hoax soal bencana, dan mempolitisasi bencana adalah bentuk komunikasi empati yang nyata. Ini menjadi tugas kita bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun