Lihat ke Halaman Asli

Hamim Thohari Majdi

TERVERIFIKASI

Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

Jangan Sok Tahu Menjadi Orangtua

Diperbarui: 14 Agustus 2022   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

 

Ada kalimat yang menggelitik dalam salah satu iklan "buat anak, jangan coba-coba", kata mencoba adalah melakukan tindakan hasil dari proses berpikir yang belum tuntas, tidak ada alasan atau sandaran yang kuat dalam melakukan sebuah aksi. Maka hasilnya pun bisa sesuai harapan dan kemungkinan gagal.

Orang tua selalu mengukur jarak dan masa, merasa lebih tua (lebih dahulu mengarungi kehidupan) dan jaraknya yang tidak bisa didekatkan atau dijauhkan. Sepanjang masa keterpautan usia anak dan orang tua tetaplah berbeda atau berjarak.

Banyak yang beranggapan bahwa orang tua berkuasa mengasuh anaknya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki dan pengalaman yang sudah dijalani, tanpa membandingkan atau memperhatikan dengan situasi sekarang yang jelas-jelas berbeda. Artinya situasi masa kecil orang tua, bedan dengan situasi yang dialami anaknya sekarang. Zamannya berbeda trendnya juga berlainan.

TERSERAH AKU

Dalam penguasaan anak, orang tua kadang ada yang rasa memilikinya terlalu besar, sehingga muncul anggapan, orang tua bisa melakukan apapun kepada anaknya, orang lain tidak perlu ikut campur, salah atau benar cara mengasuhnya "itu urusan saya" kata orang tua.

Bila yang dilakukan orang tua dalam pengasuhan membuat anaknya menjadi sehat pisik, rohani dan agamanya, oke lah disetujui, berarti ini menunjukkan orang tua yang komitmen antara ucapan dan tindakan.

Namun ketika orang tua mengasuh anak dengan pijakan masa lalunya, bisa jadi menjadi lebih baik dari orang tuanya, karena orang tua mengaca bahwa apa yang diterima dari orang tuanya, dianggap kurang benar dan tidak manusiawi, diperbaiki dan dimodifikasi ketika diterapkan kepada anaknya.

Bahayanya, ketika anak dijadikan sebagai ajang balas dendam. Harus menerima hal-hal yang tidak menyenangkan, sebagaimana orang tuanya (bapak-ibu) diperlakukan oleh orang tuanya (kakek-nenek). Maka orang tua akan menyatakan dalam hati "rasakan" beginilah kodrat menjadi anak harus menurut dan mengikut apa yang dilakukan orang tua kepada dirinya.

Kata "Terserah aku" harus dimaknai positif menjadikan anaknya lebih baik dari dirinya, bukan semakin rendah derajat dan kemuliaanya. Karena anak adalah masa depan orang tua.

 CIRI ORTU SEMAU GUE

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline