Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Bukan Barang Publik

Diperbarui: 5 November 2017   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Loka-majalah.com

Perempuan adalah sosok makhluk terunik yang memiliki kebebasan untuk melangsungkan hidup pada semua lini kehidupan, sama halnya dengan kebebasan laki-laki dalam melangsungkan kehidupan mereka baik dunia publik maupun private.

Lagi-lagi konstruksi sosial terhadap kebebasan perempuan terkadang justru lebih cenderung menyudutkan perempuan dibandingkan dengan prestise yang diraih oleh perempuan. Telah banyak prestise yang diraih perempuan-perempuan hebat di bangsa ini. Mengapa dunia seakan menutup mata dan tidak melihat karya nyata atas pergerakan perempuan?

lihatlah bangsa ini memliki perempuan hebat seperti Malahayati sosok perempuan yang dikenal sebagai Laksamana perempuan pertama di dunia. yang mengarungi samudera hingga ke laut timur.

Fatmawati ibu negara pertama di NKRI dari tangannya bendera pusaka dapat dikibarkan pada proklamasi 1945. Soerastri Karma (SK) Trimurti, seorang pengajar serta  wartawan yang ikut berjuang merebut kemerdekaan dan rela dirinya di penjarakan oleh belanda.

Di negara lain pun sama, lihatlah Margaret Thatcher yang dikenal sosok wanita bertangan besi, dan merupakan wanita pertama yang menjabat sebagai perdana menteri terlama sepanjang abad ke 20 di Britania Raya.

Malala Yousafzai wanita termudah di Pakistan, pada usia 17 tahun dirinya meraih nobel prize  dan dikenal memiliki kontribusi dalam bidang kemanusiaan dan pendidikan dan masih Banyak lagi perempuan hebat lainnya yang tidak harus dunia menutup mata untuk melihat prestise mereka.

Setidaknya beberapa perempuan diatas dapat di jadikan sebagai bukti bahwa eksistensi perempuan dapat di akui oleh dunia begitupun dibangsa ini perempuan harus dipandang sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dalam kehidupan sosial.

Dengan prestise sosial yang dicetak pejuang perempuan terdahulu di negeri ini mestinya ada porsi yang dikhususkan untuk perempuan berekspresi sesuai dengan kodratnya. Bukan cenderung mengeksploitasi sebagian organ ke-tubuh-an mereka sebagai kebutuhan yang lainnya.

Padahal jika dibandingkan, dalam setiap wacana sudah barang tentu terselip wacana tentang perempuan, baik politik, ekonomi, budaya, sosial maupun tentang seks (Biologis).

Kita ambil, contoh dalam diskusi tentang Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) bisa jadi semua pihak akan membicarakan tentang kepentingan perempuan dan bahkan menyandarkan secara teoritis tentang tokoh-tokoh perempuan terdahulu yang ikut memperjuangkan kemerdekaan di bangsa ini.

Tidak nafikkan sejarah bahwa dalam pergerakan perebutan kemerdekaan tidak terlepas dari perjuangan tokoh-tokoh perempuan, artinya generasi masa kini memliki hutang budi kepada kaum perempuan. Dengan begitu, untuk melunasi hutang kepada jasa perempuan pendahulu, bukan saja dengan cara memberikan hak perpolitikan yang ditegaskan dengan kuota 30 persen dalam undang-undang tentang partai politik, yang mengisyaratkan adanya keterlibatan perempuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline