Lihat ke Halaman Asli

Sequel Siang Bolong

Diperbarui: 29 April 2016   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sedang berdiskusi di kantor dengan notarisku siang tadi (09/03/2011) ketika tiba-tiba terdengar sapaan salam. Pikirku, siapa lagi ini siang-siang, hujan deras lagi, bertamu ke kantor.

Terlihat seorang lelaki empat puluh tahunan dengan senyum menyeringai berdiri di pintu pagar, kembali mengucapkan salam, “Assalamu’alaikum, Pak”.

Sosok lelaki yang gagah, berkaos, bercelana sampai di atas tumit, bersepatu kets, dengan janggut yang panjang. “Bukan tetangga, bukan sales, bukan satpam”, pikirku dalam hati.

“Salam”, jawabku pendek seraya meminta dia untuk mendekat. “Iya Pak, ada apa?”

Dengan ragu tapi tetap tersenyum ramah, dia mendekat dan berkata dengan pelan,”Maaf Pak, saya bukan orang Sunda, saya orang Jawa, jadi saya bicaranya pakai bahasa Indonesia saja ya”.

“Iya Pak, silakan, saya orang Jawa juga. Mangga, jika ada yang mau disampaikan,”ujarku dalam Jawa dengan masih berdiri tanpa ekspresi.

Bapak itu memegang pundakku dengan mantap, tanpa rikuh, berkata,”Pak, ada makanan tidak di dalam. Anak-anak saya lapar....”.

Kulihat arah telunjuk Bapak itu tertuju. Di seberang jalan depan kantorku, duduk seorang ibu berkerudung besar, dikelilingi tiga orang anak yang terlihat masih seumuran, sekitar enam hingga sembilan tahun.

Nampak si Ibu tersenyum malu dengan muka yang tegang, duduk di pinggir bak sampah menjaga satu tas ransel besar dan dua tas jinjing.

Aku masih saja terkesima dengan peristiwa yang hanya beberapa detik tersebut, ketika si Bapak meneruskan kalimatnya, masih juga dalam Jawa,”Saya datang dari Gresik mencari saudara Pak, di Cibinong. Akan tetapi rumahnya tidak kami temukan. Waktu di bis, malah uang yang dibawa istri saya kecopetan semua. Rencana saya mau nyari tumpangan truk, tapi anak saya belum makan.”

Aku langsung terfikir belum mengambil uang di ATM sejak bebrapa hari yang lalu, dan uang cash yang ada hanya belasan ribu. Bingung, kaget dan segala macam pikiran lain yang aku tidak tahu bercampur aduk jadi satu dalam hitungan sepersekian detik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline