Lihat ke Halaman Asli

Gus Noy

TERVERIFIKASI

Penganggur

Boneka Ayam Jantan di Pucuk Pohon Natal

Diperbarui: 31 Desember 2018   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku berlari kecil menuju gerbang pagar rumah. Mobil sewaan kami hendak  masuk sepulang mengantar Liza sekeluarga ke Bandara Sepinggan. Liza sekeluarga segera pulang ke Jakarta karena, besok pagi, 27 Desember, mereka akan berangkat ke New York sekaligus bertahun baru di sana.

"Oji! Sabar!" seru Mama--mertuaku--yang terdengar sayup-sayup.

"Aaaah, Oma ini," rengek Oji, "nanti Sinterklas-nya keburu pergi ke langit lagi."

"Oji, sabar!" perintah istriku.

Rupanya Oji, anak sulungku yang berusia 7 tahun, berusaha membuka pintu mobil yang masih menunggu gerbang kubuka. Tidak perlu lima menit, gerbang terbuka dan mobil sudah bisa parkir di depan beranda. Seketika pula Oji membuka pintu mobil, keluar, disusul oleh Ocy--adiknya, dan Lia--keponakanku.

"Aku tadi minta oleh-oleh boneka Sinterklas yang asli buatan Amerika!" kata Lia, anak tunggalnya Theres--kakak sulungnya istriku.

Tumben anak tunggalnya Theres yang berusia 6 tahun itu berani minta oleh-oleh pada anaknya Liza, pikirku. Sebab, sekian tahun aku berada dalam keluarga besar ini, Liza paling tidak bisa diusik oleh Theres, meskipun Theres anak sulung. Ya, soal 'ketegangan hubungan' antara sang kakak dan si adik, sang sulung dan si anak nomor dua. Tapi, barangkali, anak-anak mereka dibebaskan untuk bergaul sebagai sesama sepupu.

"Aku juga!" sahut Ocy, yang baru berumur 4 tahun.

"Aku minta robot Sinterklas dan kereta kudanya. Gagahnya!" sela Oji yang sudah terlebih dulu sampai pintu depan rumah.

Oji dan Ocy memang memiliki sifat kayak mamanya, Maria alias istriku, yang dulu selalu berani meminta apa saja dari Jakarta pada kedua kakaknya. Satu-satunya alasan istriku, anak bungsu harus selalu diperhatikan oleh kakak-kakaknya. Kini giliran kedua anak kami yang 'minta perhatian' kakak-kakak sepupunya, dan tidak pernah ditolak.

Ketiganya berlarian ke dalam rumah. Mereka sudah tidak sabar hendak menonton film bertema Natal yang ada Sinterklasnya. Topi khas Sinterklas pun tidak lepas dari kepala ketiganya. Memang, setiap Natal, mereka kompak mengenakan topi mirip Sinterklas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline